Orang tua sebagai pihak yang "berkuasa" seringkali merasa dirinya paling benar. Walaupun belum tentu juga apa yang diyakini orangtua tersebut benar adanya. Apalagi di mata anak-anak yang kemampuan berpikir logisnya masih pada tingkatan di bawah orangtua... (tapi tidak sedikit juga lho anak-anak yang kemampuan berpikirnya melebihi orangtua...). Dengan mengatasnamakan "kekuasannya" orang tua seringkali melakukan upaya "pendisiplinan" pada anak balitanya yang melakukan "kesalahan" dalam pandangan orang tua dengan harapan si anak mau menuruti maunya orang tua.
Upaya pendisiplinan tersebut bisa berupa tindakan yang ringan sampai tindakan yang berat. Ada yang secara verbal seperti: mengingatkan, menasihati, mengancam, menakut-nakuti dan memarahi. Ada yang berupa non verbal yang berupa kekerasan fisik, seperti: menjewer, mencubit, memukul, menendang, hingga menyiksa!
Sebagai pihak yang "lemah" anak seringkali hanya bisa menerima "kekalahannya". Ia "tidak berdaya" dan akhirnya menerima saja hal tersebut, meskipun sangat membuatnya menderita. Tanpa bisa melawan atau memberontak. Kekerasan fisik dari orang tua tersebut tentunya akan menyebabkan perasaan si anak terluka dan akan membekas dalam memori anak sampai kapan pun dalam kehidupannya (bisa tertimbun dalam alam bawah sadarnya yang suatu saat akan muncul dalam sebuah perilaku).
Sasaran kekerasan fisik, tersebut terkadang mengenai "daerah-daerah sensitif" si anak. Ingatan perlakuan tersebut bisa juga mengarah pada hal-hal yang bersifat seksual. Ia memang merasakan sakit di daerah sensitif seksualnya, namun kemudian rasa sakit itu dirasakannya nikmat. Dengan kata lain, secara fisik memang ia merasa sakit, namun secara seksual ia -bisa- merasakan kenikmatan karenanya!
Ingatan akan kenikmatan seksual melalui kekerasan fisik yang dialaminya akan terus membekas dan membayang di benak si anak. Sehingga ketika ia telah beranjak dewasa, kesakitan yang dirasakannya saat mendapat kekerasan fisik dari orang tua dulu -bisa jadi- telah dilupakannya, namun "tidak" dengan kenikmatan seksual yang dirasakannya.
Dengan pengalaman "unik" seperti itu, ketika ia akhirnya berhubungan seksual ia harus mendapat siksaan secara fisik dari pasangannya agar memperoleh kenikmatan seksual! Semakin keras dan kejam bentuk siksaan yang diterimanya, maka ia akan semakin puas secara seksual!
Itulah dia "MASOCHISME"
Maka : Hindarilah melakukan kekerasan fisik pada anak terutama pada daerah sensitif seksualnya!
Source: Mr Guno A.
Sex education 4 Child
hik hik..postingannya bagus banget
BalasHapusjadi inget kalau lagi marah sama kenakalan kayla..suka lupa diri..
Ya ALLAH..ternyata aku musti harus banyak belajar nih untuk sabar..
makasih..bun
pernah bc jg tentang kekerasan seksual ky gini tp gak selelngkap yg mbak posting lho..makasih ya mbak infonya.. Siip banget deh..
BalasHapusWah postingannya sptinya membantu bngt, curhat dikit ya mbak ..
BalasHapusudah bbrp minggu ini anakku kok suka megang2 t*t ya nah aku udah kasih tau dg cara lembutlah agar jng di pegang2 nti pipisnya susah lho, nti sakit lho itu supaya tdk terbiasa sampe gede nti *takut bngt klo dr kebiasaan sejak kecil dah begitu* ....
Tapi kadang dia nurut, kadang gag nurut alias ngelawan, klo pas kita keke jng di pegang2 gitu ....gimana ya mbak ngatasinnya atau hal tsb cuma tjd pd umur2 tertentu, belum nemu artikel tuh hehheee ....maaf kelamaan
Makasih loh infonya...!!! Oh gitu ya...??? Emang klo udah keterlaluan banget ama kenakalan anak kita kadang-2 suka lupa diri ya...Smoga kita sabar ya dalam membimbing dan membina anak kita!!!
BalasHapus