Sudah beberapa minggu ini Kayla mogok sekolah. Kami sebagai orangtua terus berupaya "menangani" masalah ini. Sampai-sampai beberapa posting terakhir selalu berkaitan dengan hal tersebut.
Nah, sekarang aku posting beberapa catatan yang barangkali bisa jadi bahan sharing buat para orangtua yang menghadapi hal serupa. Catatan ini hasil aku browsing, sharing dengan teman dan tentunya pengalaman aku sendiri. Meski aku belum berhasil dengan sempurna "mengatasi" mogok sekolah ini, namun Kayla sudah banyak kemajuan. Artinya dia sudah mampu mengatasi sedikit demi sedikit disaat ogah-ogahan bergabung dengan teman2nya dan sudah nampak enjoy saat di sekolah.
Disimak ya...
Pada awalnya semua berjalan dengan begitu manis dan baik-baik saja. Ia sangat bersemangat berangkat dan masuk sekolah. Namun, saat-saat yang tidak "nyaman" itu pun terjadi, yaitu saat permata hati kita mogok sekolah. Saat anak kita mulai ogah-ogahan bersekolah, kita sebagai orangtua harus segera menyelidiki apa penyebabnya. Proses ini memang tidak sekali jadi, apalagi kalau anak kita masih berada di play group atau TK yang nota bene besar kemungkinan ia akan sulit untuk mengungkapkan dengan tepat apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya atau barangkali anak kita termasuk anak yang kurang ekspresif. Bisa jadi ini merupakan kegiatan yang "sangat" melelahkan".
Memaksa seorang anak untuk menceritakan mengapa ia tidak mau sekolah kemungkinan sama menantangnya dengan membuatnya masuk sekolah. Jadi, bila anak kita belum mau cerita mengapa ia menolak untuk masuk sekolah, biarkan dahulu keadaan ini, sambil kita mencari cara untuk membuat ia bercerita atau bahkan mencari hal yang membuat ia mau kembali ke sekolah.
Orangtua harus terus mencari berbagai kemungkinan yang menyebabkan anak mogok sekolah, seperti:
1. Anak merasa jenuh dengan rutinitas berangkat tepat waktu atau mengerjakan PR.
2. Anak menghadapi pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolahnya.
3. Anak mulai mogok saat pertama masuk sekolah dan harus menghadapi lingkungan baru.
4. Beberapa penelitian menemukan kasus separation anxiety (takut berpisah dari orangtua karena merasa kurang percaya diri sendiri).
5. Bosan. Metode pengajaran yang kurang menarik sehingga membuat anak mudah bosan dan malas ke sekolah.
6. Suasana sekolah yang membuat anak kurang nyaman. Misalnya karena terlalu sesak atau panas.
7. Masalah sosialisasi dengan teman atau guru. Misalnya ada teman yang kurang disukai atau guru yang menurutnya tidak menyenangkan.
8. Anak merasa lebih betah di rumah karena tidak ada yang mengatur dan bebas bermain-main.
Seringkali saat anak mogok sekolah awalnya disertai dengan banyak alasan seperti sakit perut, sakit kepala, masih mengantuk, sakit tenggorokan atau alasan lain. Namun sakitnya atau keluhannya akan segera hilang ketika mereka diijinkan tinggal di rumah dan kembali sakit lagi keesokan harinya saat harus berangkat ke sekolah lagi. Keluhan tersebut tidak ada saat hari libur.
Kemungkinan besar anak akan coba-coba bernegosiasi dengan orangtua, untuk menguji ketegasan dan konsistensi orangtua. Jika ternyata pada suatu hari orangtua akhirnya luluh maka keesokan harinya anak akan mengulang pola yang sama.
Menurut Leah Davis, M.Ed (konselor dari Departement of Counseling and Counseling Psychology Auburn University) school phobia atau didaskaleinophobia adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah. Anak fobia sekolah biasanya merasakan tidak aman, sensitif dan seringkali tidak tahu bagaimana harus menghadapi emosi yang mereka rasakan. Mereka terlihat tegang dan mungkin terlihat sakit secara fisik setiap saat harus masuk sekolah.
Bagaimana menangani fobia sekolah ini?
Memang bukan pekerjaan yang mudah. Terkadang orangtua terpaksa bersitegang dengan anak karena menemui jalan buntu. Diperlukan kesabaran dan keuletan yang berlipat-lipat.
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan, antara lain:
1. Anggaplah hal itu sebagai hal yang "wajar", dalam arti saat anak mogok sekolah, tahan dulu untuk memarahinya. terus selidiki penyebabnya. Prose ini biasanya yang rumit, tergantung apakah anak sudah memahami dan mengerti apa sebenarnya yang membuat dia tidak nyaman. selain itu juga dipengaruhi oleh kemampuan anak dalam berkomunikasi. Orangtua harus kreatif dalam hal ini.
2. Charles Linden (penemu The Linden Methods yang khusus mengatasi fobia) mengatakan bahwa tujuan utama penanganan fobia sekolah adalah segera kembali ke sekolah. Semakin lama tidak sekolah, semakin sulit untuk kembali. Makin lama anak diijinkan tidak masuk sekolah, akan makin sulit mengembalikan. Selain itu, anak akan makin sulit menyesuaikan diri dengan teman-temannya, dan juga akan makin ketinggalanpelajaran.
3. Orangtua tetap bersikap hangat, penuh pengertian namun tegas dan bijaksana sambil menenangkan akan lebih baik sesampainya di sekolah. Selain itu, orangtua harus menekankan pentingnya sekolah dan beri masukan positif tentang tempat belajar tersebut. Orangtua bisa melepaskan anak secara bertahap. Tidak masalah jika anak hanya datang di perpustakaan dan masih menolak masuk kelas. Yang terpenting adalah anak tetap mau sekolah.
4. Perilaku bukan anaknya.
Saat anak ogah-ogahan berangkat ke sekolah, tunjukkan ketidaksetujuan kita terhadap perilakunya, bukan terhadap si anak. Betapapun seriusnya kelakuan "buruk" si anak, kita harus menjelaskan kepada anak bahwa yang tidak kita senangi adalah perilaku buruknya, bukan dirinya. Bukan pula orangtua menolak dirinya. Jadi daripada berkata, "Dasar, anak bodoh!" (menunjukkan bahwa orantua menolak anaknya) sebaiknya orangtua berkata, "Jangan bolos sekolah ya!"
Jangan menyuruh anak pergi sekolah dengan mengatakan, "Ibu/Ayah ingin kamu berangkat sekarang!". Ini bisa menciptakan konflik antara orangtua dengan anak. Strategi yang lebih baik adalah langsung menekankan peraturan secara impersonal. Misalnya, "Sekarang sudah jam 07.00 lho sayang. Waktu kamu untuk berangkat". Dalam cara ini, setiap konflik atau perasaan marah yang etrjadi pada diri anak hanya akan terjadi antara anak dengan "jam"-nya, bukan dengan orangtuanya.
5. Luangkan waktu.
Banyak orang bilang bahwa bagi orangtua yang keduanya bekerja kualitas pertemuan lebih diutamakan. Tapi itu kan pikiran orangtua , belum tentu demikian halnya dengan anak-anak. Anak-anak tetap butuh kuantitas pertemuan dengan orangtuanya, tentunya selain menjaga kualitas pertemuan juga.
6. Tawarkan reward, misalnya jika anak rajin maka akan dibelikan jajan atau mainan. Berikan yang kira-kira sangat disukai anak kita.
7. Tahan kegiatan atau hal yang menyenangkan bagi anak, sampai dia masuk sekolah. Misalnya tidak boleh nonton tv dulu sebelum masuk sekolah, dsb.
8. Dekatkan anak dengan guru dan teman-temannya. Anak yang merasa nyaman dengan lingkungannya akan lebih mudah untuk bergabung dan mengikuti kegiatan sekolah.
Menghadapi anak balita memang kadang tidak terlalu mudah. Jika dibiarkan sesuai kehendak mereka, kita juga salah. Tapi, terlalu dipaksakan juga salah. Jadi, kearifan orangtua akan sangat berpengaruh pada keberhasilan membimbing anak-anak kita.
iya setuju... menghadapi kejadian2 mogok pd anak (gak cm mogok sekolah aja) solusi yg tepat emang bukan dg cara pemaksaan, tp pake cara spt main layang2. Tarik ulur. Kl keliatan lg bs diajak ngobrol ya anaknya di tanya, kl enggak biarin aja dulu.. Di sini kesabaran dari orang tua juga di uji ya mbak...
BalasHapusMasalah PR, di sekolah Kayla emang suka ada PR ya? Kl Keke sekolahnya gak ada PR, kecuali kalo org tua yg minta. Tp biasanya sekolah ksh tau perlu apa enggak di kasih PR. Cm pernah sih sekali wkt tumben2an sekolahnya ngasih PR, tp sebenernya terserah mau dikerjain apa enggak. Kl gak mau di kerjain di sekolah. Ternyata Keke itu gak suka sama PR. Sampe 2 bulan lebih itu PR ada di rumah.. Ada beberapa yg dia kerjain tp sbl ngambek.Dia gak nyaman ngerjainnya, sy juga gak enak ngeliatnya. Sy akhirnya bilang ke gurunya sambil balikin PRnya dan bilang kalo dia gak suka ada PR (padahal tiap hari belajar, tp giliran PR dia gak suka.. :D)
Bunda, izin saya kutip artikelnya untuk materi majalah dinding ya.
BalasHapusterima kasih sebelumnya