24 Juli 2012

KETIKA ANAK BERBOHONG


Kejadian ini sudah terjadi beberapa waktu yang lalu. Berawal ketika aku mau meminjam alfa link – nya Kayla. Alfa link itu kami belikan untuk menunjang proses belajar bahasa Inggrisnya, baik di sekolah maupun di tempat lesnya. Itu juga sebagai reward dari kami agar Kayla lebih bersemangat lagi belajar bahasa Inggrisnya, mengingat pada Starter 1 dan Starter 2 dapat predikat THE BEST STUDENT.
Singkat cerita, saat itu Kayla nampak ogah-ogahan (menghindar) menjawab, katanya, “Nanti aja lah, Bu...”
Saat itu aku belum curiga. Aku pikir dia lagi males aja ambil di tempatnya. Hari berikutnya aku mau pinjam lagi, tapi Kayla nge-les lagi. Kali ini nge-lesnya tidak dengan kata-kata tapi dengan ungkapan yang jelas.
            Suatu saat aku cari sendiri di beberapa tasnya dan juga di rak-rak bukunya. Aku sudah mulai curiga kenapa Kayla selalu menghindar dan sering berusaha mengalihkan pembicaraan setiap aku tanya tentang Alfa Link-nya. Aku pikir mungkin Kayla lupa naruhnya di tas yang mana, soalnya Kayla sering ganti-ganti tas kalau ke sekolah.
            Aku tetap belum menemukannya. Beberapa hari berlalu, dan tentang Alfa Link sudah mulai terlupakan karena fokus pada UKK (Ulangan Kenaikan Kelas) yang tinggal 2 hari lagi. Ketika UKK sudah berlalu, aku pun menanyakan kembali, tapi Kayla tetap memberikan jawaban yang tidak jelas. Hingga suatu hari, aku menanyakannya lagi (karena penasaran banget, kok Kayla tidak biasanya seperti ini)
“Kayla, dimana Alfa Link-nya, ibu mau pinjam? Hilang ta?”
“Enggak...” (sambil bermain dan tidak melihatku)
“Kalau nggak hilang, terus dimana? Ibu mau pinjam”
Aku semakin curiga melihat ekspresi wajahnya.
“Hilang ya...?” (Akhirnya aku bertanya dengan penuh selidik..., penyidik kaleee...)

Suamiku yang ikut mendengar percakapan kami pun akhirnya ikut nimbrung.
“Dipinjam temanmu ta?”
“Iya...”
“Siapa yang minjem?” (tanyaku semakin penasaran dengan melihat ekspresinya)
“Tia....eh bukan Tia... Shirly....”

Sang emak semakin curiga nih dengan jawaban yang tidak pasti.
Aku pun mengulang jawabannya dan memastikan siapa yang meminjam.
“Tia atau Shirly...?” (agak tegas nih nanyanya....menginterogasi nih ceritanya)
“Shirly... Shirly....eehhh....”
“Pinjamnya kapan? Sudah lama?”
“Sudah...”

Suamiku pun menimpali lagi, sepertinya dia nggak curiga seperti aku karena dia nggak tahu cerita sebelumnya.
“Kalau dipinjam teman boleh aja, tapi jangan lama-lama. Atau kalau temannya pinjam nggak usah dibawa pulang ke rumahnya, cukup saat di sekolahan aja”

Kayla diam saja.

Aku pun bilang ke Kayla sekaligus untuk menguji kejujurannya, aku sudah curiga kalau ada yang tidak beres alias Kayla berani berbohong untuk hal ini.

“Besok Kayla bilang ke Shirly, diminta Alfa Link-nya karena untuk belajar di rumah, apalagi 2 hari lagi kan mau liburan...”

“Iya...iya... “ katanya dengan tidak pasti.
“Bener lho ya, besok diminta ke Shirly...” (kataku berusaha meyakinkan Kayla).

Karena aku masih belum yakin dengan Kayla, aku pun menambahkan,

“Atau ibu bilang ke Bu Nida (gurunya Kayla) agar dibantu mengingatkan Kayla besok...”

Dengan spontan dan ekspresi tidak berkenan Kayla pun menjawab,

“Jangan, Bu.... Jangan bilang Bu Nida.”

Eskalasi kecurigaanku semakin tinggi.
“Lho maksud ibu biar besok dibantu Bu Nida kalau Kayla nggak berani nanyain ke Shirly...”
(Dugaanku yang lain mulai muncul kalau kemungkinan Kayla dapat ancaman temannya berkaitan Alfa Link nya)

“Jangan, nggak usah.... Bener lho, ibu jangan bilang ke Bu Nida.... Iya besok Kayla minta...”

Habis itu Kayla main game di laptop. Sementara itu, aku membicaraknnya dengan suami tentang “keanehan” perilaku Kayla itu. Tidak biasa-biasanya dia seperti itu. Suamiku menduga mungkin Alfa Link nya direbut temannya di sekolah dan tidak berani bilang kepada kami maupun gurunya. Namun aku tidak yakin, karena kalau pun misalnya direbut temannya, pasti ada teman-teman dekatnya yang membantunya atau lapor ke gurunya. Kalau dugaanku, alfa link itu hilang dan Kayla takut mengatakannya.

Setelah beberapa waktu berlalu aku tiduran di kamar sambil membaca sebuah buku. Kayla ikut masuk dan ikut tiduran di sebelahku. Aku pun punya inisiatif untuk membicarakan tentang keberadaan Alfa Link itu. Aku ingin mengajaknya bicara dari hati ke hati barangkali ia mau terbuka dan mengatakan yang sesungguhnya.

“Kayla, bilang sama ibu, bener ta alfa link nya dipinjam Shirly?”
“Mmmm.... bukan kok Bu, bukan Shirly yang pinjam...” katanya dengan suara pelan dan memelas.
“Terus siapa?”
Ya temanku, tapi nggak di sekolah.”
“Teman dimana?”
“Di EH (English House, tempatnya les).
“Lho tadi katanya teman sekolah, kok sekarang teman EH?.... Siapa namanya yang pinjam?”

Dengan sangat lirih kayla mengatakan, “Laras...”
“Bener ta Laras yang pinjam?”
“Bener nggak hilang?” tanyaku memastikan.
Kayla diam saja, sehingga aku menyimpulkan dengan kata yang tegas, “Mmm...itu pasti hilang!”

“Kayla bilang yang sebenarnya sama ibu. Ceritakan kalau hilang kejadiannya dimana?”

Kayla pun merespon, “kalau hilang gimana, Bu?”
“Kalau hilang ya Ibu bantu nyari. Makanya Kayla cerita, hilangnya dimana? Kalau di sekolah Ibu bisa minta bantuan bu guru, kalau di EH ibu bisa minta bantuan miss yang ada disana barangkali ada yang menemukannya. Makanya Kayla jujur sama ibu. Ibu nggak suka kalau bohong. Makanya Kayla jujur sama Ibu...kalau bohong nanti nggak jadi beli PSP aja...”

Beberapa saat kemudian, kayla mulai terisak-isak.  Aku nggak tahu nih, menangisnya karena takut kalau kami marah atau karena ada “ultimatum” dari aku bahwa nggak jadi beli PSP.
Untuk sementara aku biarkan dia terisak-isak sampai dia reda sendiri.

Kemudian setelah itu, tantenya mengajaknya keluar beli pulsa. Tantenya pun menanyakan kenapa Kayla menangis. Aku ceritakan dengan singkat kejadian tadi.

Sepulangnya dari beli pulsa, tanpa sepengetahuan Kayla, tantenya cerita sama aku bahwa tadi di perjalanan dia berinisiatif menanyakan kejadian tadi pada Kayla dimana sebenarnya alfa link nya. Singkat cerita, ternyata Kayla menyembunyikannya karena ada bagian yang rusak/patah. Dan Kayla takut kalau ketahuan bapak, takut dimarahi.

Aku pun tergelak seketika mendengarnya. Tantenya pun menyarankan agar kayla terus terang saja sekarang. Tantenya pun berusaha meyakinkan bahwa tidak akan dimarahi. Kayla pun berjanji besok harinya mau terus terang. Aku ceritakan semua itu pada suamiku, dan kami pun tak menduga Kayla sampai segitu “takutnya” sampai dia pun berbohong.

Aku pun menunggu esok harinya dengan penuh penasaran. Apa yang akan dikatakan Kayla besoknya...

Alhamdulillah, Kayla pun akhirnya berterus terang dengan wajah malu-malu. Kami pun menjelaskan pentingnya jujur apapun yang terjadi. Dan bahwa kita harus berani menanggung resiko terhadap semua perbuatan yang kita lakukan....

6 komentar:

  1. inilah salah satu alasan mengapa kita dilarang berbohong, karena satu kebohongan ( kecil ) akan melahirkan kebohongan ( besar ) lainnya, dimana bohon itu termasuk dosa ( kecuali untuk hal-hal tertentu yang sangat sedikit alasannya untuk bisa ditolerir )
    Salam saya untuk Kayla.

    BalasHapus
  2. betul pak...makanya kita memang harus terus mengawasi anak-anak kita dan sekaligus instropeksi diri kita sebagai orang tua, karena apa yang dilakukan anak terkadang disebabkan oleh perilaku orangtua

    BalasHapus
  3. harus hati2 ya mba kalau mendidik anak2, blm kepikiran bagaimana repotnya mendidik anak :D

    BalasHapus
  4. semoga jd pelajaran berharga juga utk Kayla ya mbak :)

    BalasHapus
  5. kaila.... pinternya bahasa inggrisnya. ntar menang-menangan maen PSP sama suami bu zuhria ya.. *suamiku maniak game,bu. termasuk PSP*

    mengungkap kebenaran, memang harus hati2 yah. meskipun dengan anak kecil. tidak bisa kita langsung marah, dia akan semakin berbohong

    BalasHapus
  6. bu ria: alhamdulillah lumayan bu, tinggal PD nya yang msh hrs ditingkatkan
    akhirnya nggak jadi beli PSP bu, tapi PVP...

    BalasHapus