
Singkat cerita, saat itu Kayla nampak ogah-ogahan (menghindar) menjawab,
katanya, “Nanti aja lah, Bu...”
Saat itu aku belum
curiga. Aku pikir dia lagi males aja ambil di tempatnya. Hari berikutnya aku
mau pinjam lagi, tapi Kayla nge-les lagi. Kali ini nge-lesnya tidak dengan
kata-kata tapi dengan ungkapan yang jelas.
Suatu saat aku cari sendiri di beberapa tasnya dan juga
di rak-rak bukunya. Aku sudah mulai curiga kenapa Kayla selalu menghindar dan
sering berusaha mengalihkan pembicaraan setiap aku tanya tentang Alfa Link-nya.
Aku pikir mungkin Kayla lupa naruhnya di tas yang mana, soalnya Kayla sering
ganti-ganti tas kalau ke sekolah.
Aku tetap belum menemukannya. Beberapa hari berlalu, dan
tentang Alfa Link sudah mulai terlupakan karena fokus pada UKK (Ulangan
Kenaikan Kelas) yang tinggal 2 hari lagi. Ketika UKK sudah berlalu, aku pun
menanyakan kembali, tapi Kayla tetap memberikan jawaban yang tidak jelas.
Hingga suatu hari, aku menanyakannya lagi (karena penasaran banget, kok Kayla
tidak biasanya seperti ini)
“Kayla, dimana Alfa
Link-nya, ibu mau pinjam? Hilang ta?”
“Enggak...” (sambil
bermain dan tidak melihatku)
“Kalau nggak hilang,
terus dimana? Ibu mau pinjam”
Aku semakin curiga
melihat ekspresi wajahnya.
“Hilang ya...?” (Akhirnya
aku bertanya dengan penuh selidik..., penyidik kaleee...)
Suamiku yang ikut
mendengar percakapan kami pun akhirnya ikut nimbrung.
“Dipinjam temanmu ta?”
“Iya...”
“Siapa yang minjem?”
(tanyaku semakin penasaran dengan melihat ekspresinya)
“Tia....eh bukan Tia...
Shirly....”
Sang emak semakin curiga
nih dengan jawaban yang tidak pasti.
Aku pun mengulang
jawabannya dan memastikan siapa yang meminjam.
“Tia atau Shirly...?”
(agak tegas nih nanyanya....menginterogasi nih ceritanya)
“Shirly...
Shirly....eehhh....”
“Pinjamnya kapan? Sudah
lama?”
“Sudah...”
Suamiku pun menimpali
lagi, sepertinya dia nggak curiga seperti aku karena dia nggak tahu cerita
sebelumnya.
“Kalau dipinjam teman
boleh aja, tapi jangan lama-lama. Atau kalau temannya pinjam nggak usah dibawa
pulang ke rumahnya, cukup saat di sekolahan aja”
Kayla diam saja.
Aku pun bilang ke Kayla
sekaligus untuk menguji kejujurannya, aku sudah curiga kalau ada yang tidak
beres alias Kayla berani berbohong untuk hal ini.
“Besok Kayla bilang ke
Shirly, diminta Alfa Link-nya karena untuk belajar di rumah, apalagi 2 hari
lagi kan mau liburan...”
“Iya...iya... “ katanya
dengan tidak pasti.
“Bener lho ya, besok
diminta ke Shirly...” (kataku berusaha meyakinkan Kayla).
Karena aku masih belum
yakin dengan Kayla, aku pun menambahkan,
“Atau ibu bilang ke Bu
Nida (gurunya Kayla) agar dibantu mengingatkan Kayla besok...”
Dengan spontan dan
ekspresi tidak berkenan Kayla pun menjawab,
“Jangan, Bu.... Jangan
bilang Bu Nida.”
Eskalasi kecurigaanku
semakin tinggi.
“Lho maksud ibu biar
besok dibantu Bu Nida kalau Kayla nggak berani nanyain ke Shirly...”
(Dugaanku yang lain mulai
muncul kalau kemungkinan Kayla dapat ancaman temannya berkaitan Alfa Link nya)
“Jangan, nggak usah....
Bener lho, ibu jangan bilang ke Bu Nida.... Iya besok Kayla minta...”
Habis itu Kayla main game
di laptop. Sementara itu, aku membicaraknnya dengan suami tentang “keanehan”
perilaku Kayla itu. Tidak biasa-biasanya dia seperti itu. Suamiku menduga
mungkin Alfa Link nya direbut temannya di sekolah dan tidak berani bilang
kepada kami maupun gurunya. Namun aku tidak yakin, karena kalau pun misalnya
direbut temannya, pasti ada teman-teman dekatnya yang membantunya atau lapor ke
gurunya. Kalau dugaanku, alfa link itu hilang dan Kayla takut mengatakannya.
Setelah beberapa waktu
berlalu aku tiduran di kamar sambil membaca sebuah buku. Kayla ikut masuk dan
ikut tiduran di sebelahku. Aku pun punya inisiatif untuk membicarakan tentang
keberadaan Alfa Link itu. Aku ingin mengajaknya bicara dari hati ke hati barangkali
ia mau terbuka dan mengatakan yang sesungguhnya.
“Kayla, bilang sama ibu,
bener ta alfa link nya dipinjam Shirly?”
“Mmmm.... bukan kok Bu,
bukan Shirly yang pinjam...” katanya dengan suara pelan dan memelas.
“Terus siapa?”
Ya temanku, tapi nggak di
sekolah.”
“Teman dimana?”
“Di EH (English House,
tempatnya les).
“Lho tadi katanya teman
sekolah, kok sekarang teman EH?.... Siapa namanya yang pinjam?”
Dengan sangat lirih kayla
mengatakan, “Laras...”
“Bener ta Laras yang
pinjam?”
“Bener nggak hilang?”
tanyaku memastikan.
Kayla diam saja, sehingga
aku menyimpulkan dengan kata yang tegas, “Mmm...itu pasti hilang!”
“Kayla bilang yang
sebenarnya sama ibu. Ceritakan kalau hilang kejadiannya dimana?”
Kayla pun merespon, “kalau
hilang gimana, Bu?”
“Kalau hilang ya Ibu
bantu nyari. Makanya Kayla cerita, hilangnya dimana? Kalau di sekolah Ibu bisa
minta bantuan bu guru, kalau di EH ibu bisa minta bantuan miss yang ada disana
barangkali ada yang menemukannya. Makanya Kayla jujur sama ibu. Ibu nggak suka
kalau bohong. Makanya Kayla jujur sama Ibu...kalau bohong nanti nggak jadi beli
PSP aja...”
Beberapa saat kemudian,
kayla mulai terisak-isak. Aku nggak tahu
nih, menangisnya karena takut kalau kami marah atau karena ada “ultimatum” dari
aku bahwa nggak jadi beli PSP.
Untuk sementara aku
biarkan dia terisak-isak sampai dia reda sendiri.
Kemudian setelah itu,
tantenya mengajaknya keluar beli pulsa. Tantenya pun menanyakan kenapa Kayla
menangis. Aku ceritakan dengan singkat kejadian tadi.
Sepulangnya dari beli
pulsa, tanpa sepengetahuan Kayla, tantenya cerita sama aku bahwa tadi di perjalanan
dia berinisiatif menanyakan kejadian tadi pada Kayla dimana sebenarnya alfa
link nya. Singkat cerita, ternyata Kayla menyembunyikannya karena ada bagian
yang rusak/patah. Dan Kayla takut kalau ketahuan bapak, takut dimarahi.
Aku pun tergelak seketika
mendengarnya. Tantenya pun menyarankan agar kayla terus terang saja sekarang.
Tantenya pun berusaha meyakinkan bahwa tidak akan dimarahi. Kayla pun berjanji
besok harinya mau terus terang. Aku ceritakan semua itu pada suamiku, dan kami
pun tak menduga Kayla sampai segitu “takutnya” sampai dia pun berbohong.
Aku pun menunggu esok
harinya dengan penuh penasaran. Apa yang akan dikatakan Kayla besoknya...
Alhamdulillah, Kayla pun
akhirnya berterus terang dengan wajah malu-malu. Kami pun menjelaskan
pentingnya jujur apapun yang terjadi. Dan bahwa kita harus berani menanggung
resiko terhadap semua perbuatan yang kita lakukan....
inilah salah satu alasan mengapa kita dilarang berbohong, karena satu kebohongan ( kecil ) akan melahirkan kebohongan ( besar ) lainnya, dimana bohon itu termasuk dosa ( kecuali untuk hal-hal tertentu yang sangat sedikit alasannya untuk bisa ditolerir )
BalasHapusSalam saya untuk Kayla.
betul pak...makanya kita memang harus terus mengawasi anak-anak kita dan sekaligus instropeksi diri kita sebagai orang tua, karena apa yang dilakukan anak terkadang disebabkan oleh perilaku orangtua
BalasHapusharus hati2 ya mba kalau mendidik anak2, blm kepikiran bagaimana repotnya mendidik anak :D
BalasHapussemoga jd pelajaran berharga juga utk Kayla ya mbak :)
BalasHapuskaila.... pinternya bahasa inggrisnya. ntar menang-menangan maen PSP sama suami bu zuhria ya.. *suamiku maniak game,bu. termasuk PSP*
BalasHapusmengungkap kebenaran, memang harus hati2 yah. meskipun dengan anak kecil. tidak bisa kita langsung marah, dia akan semakin berbohong
bu ria: alhamdulillah lumayan bu, tinggal PD nya yang msh hrs ditingkatkan
BalasHapusakhirnya nggak jadi beli PSP bu, tapi PVP...