19 April 2015

IBU MERTUAKU, PEREMPUAN BERSAHAJA, NRIMAN DAN TIDAK NEKO-NEKO



Bersama ibu mertua

Dag... dig...dug...

Begitu kira-kira perasaanku ketika akan dikenalkan dengan calon mertua kala itu. Yang ada di pikiran waktu itu tentu pertanyaan bagaimana ya ibu mertuaku kelak? Mungkin lebih dag dig dug bila kita bertemu calon ibu mertua daripada calon ayah mertua. Mungkin karena ada stigma yang menggambarkan kalau hubungan antara mertua dan menantu (terutama mertua perempuan dan menantu perempuan) sering tidak akur. Sampai tega-teganya ada pula tanaman yang dinamakan lidah mertua karena panjang, tajam dan runcing...weleh...weleh... (sampai disini saya merasa heran dan penasaran, siapa pula yang kasih nama tanaman itu...). Dan ternyata setelah bersilaturahmi untuk yang pertama kali, aku seperti telah menemukan keluarga baruku. Ayah dan ibu mertua dengan baik dan ramah menerimaku, meski masih ada sedikit rasa canggung waktu itu. Yaa maklumlah...pertemuan pertama dengan orang yang akan mendampingi hdup anaknya kelak. 


Acara lamaran dilanjutkan  dengan pernikahan kami beberapa bulan kemudian. Alhamdulillah semua berjalan lancar tanpa kendala yang berarti. Hingga pada suatu saat saya tinggal bersama ibu mertua (meski hanya sebentar, karena setelah itu saya tinggal di Surabaya sementara suami ditugaskan di Jakarta). Saat saya tinggal bersama mertua, semua berjalan baik-baik saja, bahkan aku merasa ibu mertuaku memperlakukanku melebihi anaknya sendiri.

Satu hal yang aku tanamkan dalam diriku, bahwa dimanapun aku tinggal aku harus bisa menempatkan diriku dengan baik. Dan itu pulalah yang aku lakukan ketika tinggal dengan mertuaku. Aku pun cukup tahu diri dan berbuat sesuatu dengan sewajarnya saja, tidak kurang dan tidak pula dilebih-lebihkan. Ketika semua beraktivitas di rumah, aku pun turut beraktivitas di dalamnya, seperti saat ibu memasak, aku pun turun tangan membantunya, sekalian belajar menu-menu yang biasanya disukai suamiku. 


Keharmonisan aku dengan  ibu mertuaku terjalin karena masing-masing dari kami mengerti satu sama lain, mampu saling mengendalikan diri serta menghargai satu sama lain. Kesabaran ibu mertua yang luar biasa karena tempaan ujian kehidupan,  serta  tak pernah memaksakan kehendaknya kepada kami anak-anaknya merupakan hal yang harus disyukuri.  Ibu mertua saya bukanlah tipe ibu mertua yang memiliki pemikiran bahwa anak laki-laki kesayangannya telah diambil oleh perempuan lain yaitu menantunya. Beliau tipe orang yang selalu bersyukur dan menerima dengan apa yang ada, meski aku sangat menyadari bahwa aku bukanlah menantu perempuan yang sempurna. Selalu berupaya untuk berkhusnudzon terhadap beliaunya akan turut menjaga keseimbangan hubungan kami, sehingga segala sesuatu selalu dilandasi dengan pikiran yang jernih dan hati yang ikhlas.


Beliau bukanlah tipe ibu mertua yang selalu ikut campur di dalam urusan rumah tangga anaknya. Tak sekalipun itu. Justru ikut campurnya dalam rumah tangga kami adalah suatu hal yang membahagiakan. Bukan ikut campur istilah tepatnya tapi ikut membantu dalam keluarga kecil kami. Seperti ketika anakku yang kedua lahir, beliaulah yang banyak membantu mengasuhnya, sampai saat ketika masa cutiku habis beliau yang berkeberatan kalau anakku harus dititipkan ke TPA atau ke orang lain, sehingga beliaulah yang turut membantu mengasuh anakku ketika masih bayi.

 
Saat ibu mertua menjemur baby Athiyah

Dari semua itu bukan berarti kami tidak pernah ada masalah. Masalah pernah ada, terutama di masa-masa penyesuaian di awal-awal tahun, tapi hanyalah masalah kecil dan dapat diselesaikan dengan baik. Seperti perbedaan pendapat dalam suatu hal. Aku menyampaikan pendapatku kepada beliau dengan cara yang baik dan sebisa mungkin tidak menyinggung perasaan beliau. Atau bila ada ketidaksepahaman dalam hal-hal tertentu, aku akan diskusikan dulu dengan suami, karena bagaimanapun juga suamilah "orang yang lebih tahu" tentang ibu mertua kita. Mana ada sih hubungan yang mulus lus tanpa ada ujian di dalamnya?


Hingga kini, 11 tahun sudah usia pernikahan kami. Aku yakin ketika hubungan dalam keluarga kami berjalan dengan harmonis, itu sudah cukup membuatnya  bahagia.  Maka dari itu, aku dan suami selalu mengupayakan kerukunan, kesetiaan serta saling menjalankan tugas dan tanggung jawab kami masing-masing. Dan sekarang justru, ibu mertua sering membicarakan sesuatu hal padaku dan tidak pada suamiku. Atau aku yang "ditugasi" ibu mertua untuk menyampaikan pendapatnya kepada suamiku. 
Semoga kami terus selalu dalam kebersamaan yang membahagiakan.


Tulisan  ini sekaligus aku persembahkan untuk ibu mertuaku yang berulang tahun yang ke-60 di bulan April ini (14 April 2015)


SELAMAT ULANG TAHUN, IBU...

DOA-DOA SELALU KAMI PANJATKAN UNTUK KESEHATANMU. SEMOGA ENGKAU DIKARUNIAI UMUR YANG PANJANG DAN BERMANFAAT, MENDAPATKAN RAHMAT DAN PERLINDUNGAN DARI YANG MAHA KUASA, DIBERI KEKUATAN, DAN SELALU MENDAPATKAN KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHERAT...

MAAFKAN AKU IBU...MENANTUMU YANG BELUM BISA SEMPURNA DALAM MEMBAHAGIAKANMU...

SURGA TEMPAT YANG LAYAK BUATMU KELAK

AMIN...AMIN... YAA ROBBAL ‘ALAMIIN 


5 komentar:

  1. PAs sekali ya postingannya , hari ulang tahun ibu mertua dan hari kartini.

    BalasHapus
  2. iya mbak Lidya... meski nggak menang tp senang sdh bisa menulis tentang ibu mertua

    BalasHapus
  3. Hahah pas sama hari kartini ya :D semoga berjasa besar sama eheheh

    BalasHapus