Bersama ibu mertua |
Dag... dig...dug...
Begitu kira-kira perasaanku ketika akan
dikenalkan dengan calon mertua kala itu. Yang ada di pikiran waktu itu tentu
pertanyaan bagaimana ya ibu mertuaku kelak? Mungkin lebih dag dig dug bila kita
bertemu calon ibu mertua daripada calon ayah mertua. Mungkin karena ada stigma
yang menggambarkan kalau hubungan antara mertua dan menantu (terutama mertua
perempuan dan menantu perempuan) sering tidak akur. Sampai tega-teganya ada
pula tanaman yang dinamakan lidah mertua karena panjang, tajam dan
runcing...weleh...weleh... (sampai disini saya merasa heran dan penasaran,
siapa pula yang kasih nama tanaman itu...). Dan ternyata setelah bersilaturahmi
untuk yang pertama kali, aku seperti telah menemukan keluarga baruku. Ayah dan
ibu mertua dengan baik dan ramah menerimaku, meski masih ada sedikit rasa
canggung waktu itu. Yaa maklumlah...pertemuan pertama dengan orang yang akan
mendampingi hdup anaknya kelak.
Acara lamaran dilanjutkan dengan pernikahan kami beberapa bulan
kemudian. Alhamdulillah semua berjalan lancar tanpa kendala yang berarti.
Hingga pada suatu saat saya tinggal bersama ibu mertua (meski hanya sebentar,
karena setelah itu saya tinggal di Surabaya sementara suami ditugaskan di
Jakarta). Saat saya tinggal bersama mertua, semua berjalan baik-baik saja,
bahkan aku merasa ibu mertuaku memperlakukanku melebihi anaknya sendiri.
Satu hal yang aku tanamkan dalam diriku, bahwa
dimanapun aku tinggal aku harus bisa menempatkan diriku dengan baik. Dan itu
pulalah yang aku lakukan ketika tinggal dengan mertuaku. Aku pun cukup tahu
diri dan berbuat sesuatu dengan sewajarnya saja, tidak kurang dan tidak pula
dilebih-lebihkan. Ketika semua beraktivitas di rumah, aku pun turut beraktivitas
di dalamnya, seperti saat ibu memasak, aku pun turun tangan membantunya,
sekalian belajar menu-menu yang biasanya disukai suamiku.
Keharmonisan aku dengan ibu mertuaku terjalin karena masing-masing
dari kami mengerti satu sama lain, mampu saling mengendalikan diri serta
menghargai satu sama lain. Kesabaran ibu mertua yang luar biasa karena tempaan
ujian kehidupan, serta tak pernah memaksakan kehendaknya kepada kami
anak-anaknya merupakan hal yang harus disyukuri. Ibu mertua saya bukanlah tipe ibu mertua yang
memiliki pemikiran bahwa anak laki-laki kesayangannya telah diambil oleh
perempuan lain yaitu menantunya. Beliau tipe orang yang selalu bersyukur dan
menerima dengan apa yang ada, meski aku sangat menyadari bahwa aku bukanlah
menantu perempuan yang sempurna. Selalu berupaya untuk berkhusnudzon terhadap
beliaunya akan turut menjaga keseimbangan hubungan kami, sehingga segala
sesuatu selalu dilandasi dengan pikiran yang jernih dan hati yang ikhlas.
Beliau bukanlah tipe ibu mertua yang selalu
ikut campur di dalam urusan rumah tangga anaknya. Tak sekalipun itu. Justru
ikut campurnya dalam rumah tangga kami adalah suatu hal yang membahagiakan.
Bukan ikut campur istilah tepatnya tapi ikut membantu dalam keluarga kecil
kami. Seperti ketika anakku yang kedua lahir, beliaulah yang banyak membantu
mengasuhnya, sampai saat ketika masa cutiku habis beliau yang berkeberatan
kalau anakku harus dititipkan ke TPA atau ke orang lain, sehingga beliaulah
yang turut membantu mengasuh anakku ketika masih bayi.
Dari semua itu bukan berarti kami tidak pernah
ada masalah. Masalah pernah ada, terutama di masa-masa penyesuaian di awal-awal
tahun, tapi hanyalah masalah kecil dan dapat diselesaikan dengan baik. Seperti
perbedaan pendapat dalam suatu hal. Aku menyampaikan pendapatku kepada beliau
dengan cara yang baik dan sebisa mungkin tidak menyinggung perasaan beliau. Atau bila ada ketidaksepahaman dalam hal-hal tertentu, aku akan diskusikan dulu dengan suami, karena bagaimanapun juga suamilah "orang yang lebih tahu" tentang ibu mertua kita. Mana
ada sih hubungan yang mulus lus tanpa ada ujian di dalamnya?
Hingga kini, 11 tahun sudah usia pernikahan
kami. Aku yakin ketika hubungan dalam keluarga kami berjalan dengan harmonis,
itu sudah cukup membuatnya bahagia. Maka dari itu, aku dan suami selalu
mengupayakan kerukunan, kesetiaan serta saling menjalankan tugas dan tanggung
jawab kami masing-masing. Dan sekarang justru, ibu mertua sering membicarakan sesuatu hal padaku dan tidak pada suamiku. Atau aku yang "ditugasi" ibu mertua untuk menyampaikan pendapatnya kepada suamiku.
Semoga kami terus selalu dalam kebersamaan yang membahagiakan.
Tulisan
ini sekaligus aku persembahkan untuk ibu mertuaku yang berulang tahun yang
ke-60 di bulan April ini (14 April 2015)
SELAMAT ULANG TAHUN, IBU...
DOA-DOA SELALU KAMI PANJATKAN UNTUK
KESEHATANMU. SEMOGA ENGKAU DIKARUNIAI UMUR YANG PANJANG DAN BERMANFAAT,
MENDAPATKAN RAHMAT DAN PERLINDUNGAN DARI YANG MAHA KUASA, DIBERI KEKUATAN, DAN
SELALU MENDAPATKAN KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHERAT...
MAAFKAN AKU IBU...MENANTUMU YANG BELUM BISA
SEMPURNA DALAM MEMBAHAGIAKANMU...
SURGA TEMPAT YANG LAYAK BUATMU KELAK
AMIN...AMIN... YAA ROBBAL ‘ALAMIIN
Ibu mertua hebat..:)
BalasHapussalam mba...
amiiin...alhamdulillah mbak...
HapusPAs sekali ya postingannya , hari ulang tahun ibu mertua dan hari kartini.
BalasHapusiya mbak Lidya... meski nggak menang tp senang sdh bisa menulis tentang ibu mertua
BalasHapusHahah pas sama hari kartini ya :D semoga berjasa besar sama eheheh
BalasHapus