
Kaget...? pasti. Khawatir...? Iya. Sediihh...?
Ho..oh... Teruss...?
Apa kita mau menyalahkan oranglain? ...Tentu
itu tindakan yang kurang bijak....
Tanpa menunggu waktu lebih lama,akhirnya aku
pun cari informasi ke keluarga yang disana. Ternyata memang ada salah satu
sepupu Athiyah yang “bertingkahlaku”
seperti itu. Athiyah pun menirukan perilaku itu. Sepupu kami yang masih
PAUD itu pun mendapatkan perilaku negatifnya dari teman-temannya.
Nah, menirukan hal-hal yang negatif atau kasar
pada anak batita (usia Athiyah maupun sepupunya itu) memang hanya sekedar
menirukan saja. Mereka belum memiliki kemampuan membedakan hal-hal yang
dianggap baik atau buruk. Bahkan mereka belum memahami kalau kata yang
diucapkan atau perbuatan yang dilakukan itu adalah hal yang tidak baik.
Meniru merupakan salah satu cara anak belajar
tentang diri dan lingkungannya. Meniru verbal merupaka dasar bagi anak batita
untuk belajar bahasa. Saat anak belajar bicara pun diawali dengan modelling
atau meniru, karena tanpa itu anak tidak akan mampu mengembangkan kemampuannya
sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Tapi, yang jadi masalah jika hal-hal yang
jelek pun ditiru dan bahkan bila dilarang, malah dilakukan lagi.
Mengapa anak melakukan hal tersebut? Itu
karena anak memiliki keterbatasan dalam kemampuan berpikirnya.
Terus bagaimana aku mentreatmen atau mengatasi
perilaku negatif Athiyah ini...?
Awalnya aku melarang secara langsung. Biasa
kan...emak-emak kalau ada perilaku yang negatif dari anaknya, secara umum atau
refleks kali yaa...pasti akan melarang dulu. Tapi semakin dilarang, Athiyah
malah semakin mengulang perilakunya tersebut. Bahkan tanpa ada pencetus apa pun
ia bertingkah seperti itu, apalagi kalau ada pencetusnya yang membuat dia bete
atau kesal. Ternyata dengan melarang sepertinya tidak efektif untuk
Athiyah, justru mendorongnya untuk
mengulangi perilaku buruk karena dia merasa mendapatkan perhatian lebih.
Aku pun cari cara lain dengan mengalihkan
perhatiannya kepada hal lain. Cara ini kadang berhasil, tapi kalau Athiyah lagi
sangat kesal/marah, maka cara ini jarang berhasil. Cara berikutnya, dengan
tidak memperhatikan dia saat perilaku negatif itu muncul, sambil mengatakan,
“Itu jelek...jelek... Itu tidak baik... Ibu nggak mau lihat.” Sepertinya
Athiyah ingin melihat reaksi orang disekitarnya saat itu dengan perilaku
negatifnya, atau juga mungkin dia sedang caper.
Biasanya kalau sudah merasa dicuekin Athiyah
akan merangsek maju agar kita melihatnya dan mengulang perilaku negatifnya
dengan semakin “menjadi-jadi”. Tapi aku tetep kekeuh tidak melihatnya
sampai-sampai dia menangis. Bagiku itu semacam punishment bagi Athiyah agar
tidak mengulangi perilaku negatifnya. Agar dia belajar bahwa dengan berperilaku
seperti itu orang lain tidak suka. Bahkan kalau ada orang lain saat itu seperti
kakaknya, atau tantenya atau bapaknya saya seolah mencari penguatan. Misalnya
kalau saat itu sedang ada kakaknya, maka saya akan bilang, “Kak, gitu tidak
boleh ya... tidak baik yaa....” tentu di depannya Athiyah.
Dan bentuk punishment lain, setelah Athiyah
berperilaku negatif lalu tidak mendapat perhatianku sehingga dia menangis,
ujung-ujungnya akan minta ASI. Sebagai punishmentnya aku tidak mau memberi ASI. Dia akan minta terus
sambil berkata, “num...num...num ibu...aci...aci... Meski nangis pun tidak aku
kasih ASI sebelum dia minta maaf. Terkadang Athiyah juga kekeuh nggak mau minta
maaf dan menangis terus sambil merajuk minta ASI. Tapi seringnya mau minta maaf
sambil mengulurkan tangannya dan berkata, “maf..maf...”
Setelah dikasih ASI, disela-sela menyusu dia
akan bilang, “dak oyeh...idak oyeh... (tidak boleh...) sambil matanya
menatapku.
Nah, hal itu bila dilakukan
terus menerus aku yakin anak akan mendapatkan insight bahwa perilaku negatifnya
tidak disukai oleh orang lain. Dan alhamdulillah pelan-pelan perilaku
negatifnya mulai berkurang dan jarang dilakukan lagi.
Nah, dengan peristiwa itu ada juga dampak
positifnya, yaitu Athiyah jadi yahu mana yang boleh dan tidak boleh, mana yang
baik dan tidak baik. Dengan meniru, ia akan belajar banyak tentang
lingkungannya, dan hal ini dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasannya.
Perilaku yang ditunjukkan oleh anak akan
menjadi kebiasaan baginya. Kebiasaan akan menjadi bagian dari karakter anak.
Jadi jika kita ingin anak kita mempunyai karakter yang dapat diterima maka kita
harus menciptakan lingkungan yang tepat dan mendidik bagi anak kita.
anak2 memang peniru ulung, anak saya kadang begitu sepulang main, pelan2 di nasehatin, kalo itu gak bagus.. kalo di marahin tambah jadi mak...
BalasHapusharus selalu di ingatkan ya supaya gak mengulangi lagi prilaku negatifnya
BalasHapusMasya Allah.. mendidik anak itu gampang2 susah ya.. gak boleh gak tegaan juga :(
BalasHapussalam kenal Mak ^^
Halo mbak. Suka baca tulisannya. Kembali lagi ortu sebagai role model. Lingkungan ada pengaruhnya, tapi sejauh pengamatanku, walau lingkungan memberi contoh buruk, asal di rumah baik anak gak terpengaruh.
BalasHapusYa Allah. . .
BalasHapusMemang risiko banget nitipin anak ya, Mbak. Hiks
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, resepi dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)
your article is this very helpful thanks for sharing...:)
BalasHapus