10 Desember 2015

PERKEMBANGAN ATHIYAH DI USIA BATITA

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Rasanya baru kemarin menimang baby Athiyah, namun sekarang dia sudah tumbuh dan berkembang dengan baik. Di usianya yang ke 2 tahun 5 bulan sudah banyak capaian tugas-tugas perkembangan yang dapat dilampaui Athiyah dengan baik. Sebagai orangtua kami juga selalu belajar dan membaca tumbuh kembang anak kami. Apakah dia bisa menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya atau justru ada salah satu dari tugas perkembangan yang dijalani dengan kurang baik. Tak jarang pula aku berdiskusi dengan teman-teman berkaitan dengan perkembangan anak kami.

Ketika bicara tentang tugas perkembangan anak di usia batita tentu kita akan mengacu kepada beberapa aspek, antara lain:

1. ASPEK FISIK

Secara umum anak batita akan sangat aktif secara fisik seperti berlari, melompat, naik tangga, menendang bola, memegang cangkir dan sendok, dll. Memang sih ada sebagian anak yang kurang menonjol dalam aspek ini sehingga mereka akan cenderung terlihat lebih pasif dalam aktifitas motorik kasarnya. 
Bagaimana dengan Athiyah?
Menurut pengamatan kami, selaku orangtua Athiyah termasuk anak yang ceria dan dapat melaksanakan aktivitas motoriknya dengan baik, bahkan untuk mengunci pintu pun dia bisa. Eh, tapi giliran membuka kuncinya dia masih sering gagal. Nah, ini alarm bagi kami agar hati-hati menaruh anak kunci, jangan sampai anak kunci tertancap di pintu karena dikhawatirkan dia akan terkunci saat main-main sendiri di kamar. Pernah dengar ada cerita dari teman kalau anaknya terkunci di dalam rumah karena mainan kunci sehingga harus mendobrak pintunya. Semoga jangan terjadi pada Athiyah yaa...

tambahan?

Oh ya, anak usia batita masih belum dapat duduk tenang terlalu lama. Jadi tidak usah memaksakan mereka untuk anteng deh kecuali memang bawaan anaknya yang anteng dan pendiam. 

tambahan?

Athiyah pun sering tidak mau dibantu melakukan sesuatu, maunya dilakukan sendiri seperti: membuka tutup botol, menusukkan sedotan ke dalam minuman dalam kemasan, menakar susu formula untuk dotnya, dll. Kita emaknya sih kepikiran kalau tumpah isinya, padahal itu pelajaran berharga buat anak melatih kemampuannya serta kemandiriannya. Kalau aku sih seringnya aku biarkan aja tapi teteepp dengan imbauan kata-kata emak-emak, "hati-hati yaa...awas tumpah..."
Tidak mau dibantu oleh orang dewasa itu dikarenakan anak usia batita secara fisik sudah mulai mampu melakukan banyak hal sendiri. Selain itu mereka sudah memiliki kemauan yang seringkali berbeda dengan orang dewasa.

2. ASPEK KOGNITIF DAN BAHASA

Menurut Piaget, anak usia batita berada pada tahap sensori motor (0-2 tahun).Itu artinya anak di usia ini mampu mengerti bahwa suatu objek masih tetap ada meskipun tidak tampak seperti misalnya saat ibu dan bapaknya pergi, anak sudah mulai mempunyai keyakinan bahwa nanti mereka akan kembali.
Anak batita juga sudah mulai masuk periode PRA OPERASIONAL (2-7 tahun). Pada tahap ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil dari meniru orang-orang di sekitarnya. Nah yang paling menonjol pada Athiyah adalah perilaku meniru ini seperti mencubit, mencibir, teriak-teriak yang tentunya ini membuat kami geleng-geleng kepala. Tapi banyak hal positif yang ditirunya juga lhoo seperti ikut-ikutan sholat, mengaji, “belajar” dan lain-lain. Anak juga masih belum memahami konsep-konsep yang abstrak seperti aman atau tidaknya sesuatu hal.
Masih menurut Piaget, di tahap ini anak memiliki kemampuan menggunakan simbol-simbol yang nampak dalam 5 gejala sebagai berikut:
1.       IMITASI TIDAK LANGSUNG
Si batita mulai dapt menggambarkan sesuatu yang dialami atau dilihat, yang sekarang bendanya atau peristiwanya sudah tidak ada, misalnya saat Athiyah bermain masak-masakan atau jual-jualan, atau juga menirukan membuat bros sambil memencet-mencet tombol di kalkulator, dll.

2.       PERMAINAN SIMBOLIS
Sifat permainan ini juga imitatif, dimana anak meniru pengalaman sebelumnya. Misalnya, saat main boneka seolah-olah boneka adalah anaknya atau adiknya. Cara Athiyah menidurkan boneka dalam gendongan pun meniru tantenya saat menidurkan babynya dengan mengatakan, “Ssssttt...ojo lame-lame...”  (maksudnya: ssst...jangan rame-rame) sambil meletakkan telunjuk tangannya di atas bibirnya.

3.       MENGGAMBAR
Anak mulai menggambar sesuatu dengan pensil atau alat tulis lainnya. Seperti gambar di bawah ini, kata Athiyah ini gambar masjid
Foto masjid

4.       GAMBAR MENTAL
Merupakan penggambaran secara pikiran suatu objek atau pengalaman sebelumnya. Dalam hal ini anak usia batita masih sering salah dalam menggambarkan kembali hal yang telah diamati.

5.       BAHASA UCAPAN
Anak menggunakan suara atau bahasa sebagai representasi benda atau kejadian. Dengan bahasa ini anak juga berkomunikasi dengan orang lain. Dalam hal bahasa, Athiyah termasuk anak yang ceriwis meski banyak kata yang lafalnya belum terlalu jelas. Athiyah pun sudah mampu membuat kalimat singkat yang terdiri dari 3-4 kata, mampu memahami perintah sederhana dan dapat berkomunikasi dengan orang-orang di sekitarnya secara timbal balik.

3. ASPEK SOSIAL EMOSI
Anak usia batita biasanya sudah mulai memahami bahwa dirinya berbeda dengan orang lain, curiosity-tinggi dan suka bereksperimen. Mereka juga sudah mulai memahami aturan.
Ciri khas emosi anak usia batita antara lain:
a.       Ekpresif. Athiyah termasuk anak yang ekspresif, baik untuk emosi yang positif maupun emosi yang negatif. Untuk yang ekspresi emosi positif misalnya tertawa lepas saat senang, begitu girang ketika bapak ibunya pulang kerja dan sering menghambur untuk berpelukan, tertawa-tawa senang melihat videonya atau video lucu lain, dll. Untuk eskpresi emosi negatif misalnya marah dengan mencubit atau mendorong teman yang mengganggunya, menangis keras-keras saat kemauannya tidak dituruti.

b.      Kurang menyukai suasana baru
Anak batita pada umumnya lebih menyukai suasana yang sudah dikenali dan cenderung takut pada suasana baru. Namun, ada juga anak yang memiliki adaptasi yang cepat sehingga suasana baru bukan hal yang menakutkannya. Untuk Athiyah, pengamatanku selama ini, dia termasuk anak yang cepat adaptasi, meski pada saat-saat tertentu dia ogah-ogahan juga dengan situasi baru.

c.       Sering berkonflik dengan orangtua
Konflik dengan orangtua ini muncul karena anak semakin merasa punya otonomi dan egosentrisme. Anak batita belum cukup mampu untuk memandang suatu masalah atau keadaan dari sudut pandang orang lain. Misalnya pada Athiyah, ketika dia menangis keras bahkan sampai mengamuk dan lamaaaa  banget nangis kencengnya karena tidak boleh bermain di luar saat siang terik atau pada waktu malam. Dari sisi anak dia akan berpikir, “Mengapa kok tidak boleh? Padahal aku suka main di luar.” Sedangkan dari sudut pandang orangtua akan beranggapan anaknya keras kepala dan susah diatur. Sebenarnya itu merupakan usaha anak untuk mengetahui apa yang boleh atau tidak boleh. Anak menguji seberapa "kekuatan atau kesabaran" orangtua mereka. Apakah orangtua akan luluh atau tidak dengan tangisannya, sehingga dalam hal ini orangtua harus tegas, konsisten dan selalu memberikan penguatan-penguatan misalnya dengan menegur bila anak melanggarnya. Atau beri punishment yang sesuai dengan usianya misalnya tidak boleh bermain dengan boneka kesayangannya untuk beberapa waktu tertentu. Semua ini agar anak tahu kesalahannya. Dan yang penting lagi, usahakan tidak melibatkan emosi. Ini tidak gampang karena biasanya kita akan cenderung memarahi anak bila melihat anak menentang aturan kita dengan mengamuk. Saya pun terus berlatih untuk mengendalikan emosi ini meski sesekali gagal....(sabbbaaarrr....baarr...baarrr...)

Selain itu berkembangnya otonomi pada anak dapat dikenali  dengan seringnya dia mengatakan “TIDAK”, sehingga masa ini juga dikenal sebagai "masa menentang", anak ingin memilih sesuatu sendiri, ingin makan sediri, pakai sepatu sendiri, pakai baju sendiri, dll.

Menurut Erik Erikson, otonomi pada anak perlu dikembangkan. Seperti pada teori Psikososialnya bahwa dalam masa perkembangan ada periode AUTONOMY versus SHAME AND DOUBT dimana anak usia batita masuk dalam tahap ini. Anak di usia ini cenderung aktif. Menurut Erik Erikson, orangtua dianjurkan untuk tidak terlalu membatasi ruang gerak dan kemandiriannya. Tapi tidak pula terlalu memberikan kebebasan melakukan apapun yang dimaui anak. Karena dengan membatasi anak, menyebabkan anak jadi mudah menyerah dan selalu butuh bantuan dari orang lain. Dan sebaliknya, bila terlalu membebaskan, anak akan cenderung bertindak sesuai keinginannya tanpa memperhatikan baik buruknya tindakan tersebut. Jadi sebagai orangtua harus bisa memberikan porsi yang seimbang antara pemberian kebebasan dan pembatasan ruang gerak anak. Dengan begitu anak akan bisa mengembangkan sikap kontrol diri dan harga diri serta terhindar dari perasaan malu dan ragu terhadap kemampuan dirinya dalam pengambilan keputusan. 
Beberapa hal yang perlu dicatat:
1. Dalam memberikan kebebasan pada anak batita untuk memilih, dengan menawarkan pilihan. namun batasi pada pilihan yang memang memungkinkan untuk dipilih, agar bisa terarah dan tidak merepotkan.

2. Hindarkan memaksakan kehendak pada anak, terutama untuk hal-hal yang tidak terlalu penting. tapi orangtua tetap harus memberikan batasan mana yang boleh dan tidak boleh. Beri alasan dengan bahasa yang gampang dimengerti anak.

Memang, sebagai oarngtua kita dituntut untuk CREATIF.....

Teori Perkembangan Kognitif dan Teori Psikososial diambil dari sumber : Buku Psikologi Perkembangan, Elizabeth B. Hurlock


2 komentar: