Alhamdulillah, blog ini sudah resmi pakai platform dot com. Sudah lama sebenarnya pingin nggak numpang lagi terus pingin punya "rumah sendiri" tapi masih belum sempat-sempat juga. Dan juga masih cari-cari informasi tentang hal ini. Setelah tanya sana sini dan browsing sana sini juga akhirnya aku memutuskan untuk membeli domain di WWW.QWORDS.COM.
Mengapa sih harus ganti domain? Aku emang sudah agak lama nge-blog yaitu sejak bulan Maret 2008. Tapi ya gitu deh, nulisnya belum ajeg, semau gue aja gitu. Kalo lagi semangat ya nulis, kalo lagi down ya blognya dianggurin. Dan awalnya juga karena nggak ngeh gitu tentang ganti domain kayak gini, aku pikir nggak masalah aja numpang di blogspot. terus baca status atau komentar seorang blogger di FB kalau blognya masih numpang, bila terjadi sesuatu pada yang ditumpangi bisa-bisa blog tersebut musnah tak berbekas....huuaaa...huaaaa ... bisa berabe deh semua tulisan dan kenangan yang ada di blog ini yang dengan susah payah, bercucuran keringat dan bersimbah air mata (ini mah lebay banget..ngeettt...ngeeett...) telah aku curahkan di blogku tercinta ini.
Nah, jadi alasan utama aku ganti domain adalah karena aku tak ingin kehilangan blogku ini, meski penampakannya masih amburadul kayak gini...ya sutralah, pelan-pelan sambil belajar akan aku perbaiki.
Semoga dengan domain baru ini tentu lebih semangat lagi nge blog-nya, terus belajar hal-hal tentang perbloggingan, terus blog nya bisa lebih baik lagi
30 Maret 2016
28 Maret 2016
8 HARI MENJELANG IZRAIL DATANG MENJEMPUT
Kematian...
Sebuah kata yang bagi
sebagian besar orang adalah peristiwa yang menakutkan. Termasuk diriku.
Beberapa hari terakhir ini aku bertakziyah kepada 3 orang saudara dan teman
yang meninggal. Ketika itu pula rasa takut pada kematian menyeruak. Apalagi
bila melihat mayatnya, ketakutan semakin meningkat sehingga aku berusaha
menghindari melihat mayat orang yang meninggal. Aku bisa terbayang-bayang
berhari-hari karenanya. Apakah ini berarti aku takut mati? Entahlah, yang pasti
aku takut kematian menimpa diriku dan orang-orang terdekatku. Rasanya belum
siap ketika kematian itu datang menjemput. Padahal, bukankah kematian adalah
hal yang fana, dimana bumi sebagai tempat tidurnya, cacing dan belatung sebagai
kawannya, kuburan tempat tinggalnya, surga dan neraka sebagai peruntungannya. Masih
kurang rasanya bekal untuk menuju kematian dan kehidupan abadi di akherat
setelahnya.
Namun ketakutanku akan
kematian masih dalam batas wajar, tidak sampai pada ketakutan yang abnormal
atau yang lazim disebut dengan thanatophobia. Justru dengan ketakutan ini
semakin mencambukku untuk berusaha agar menjadi orang yang lebih baik lagi,
lebih bersyukur lagi dan menjadi energi untuk menghindarkan diri dari
kemaksiatan. Tentu akan lain halnya bila dengan ketakutan ini aku menjadi putus
asa dan tidak semangat dalam hidup. Itu yang harus dihindari dan bahkan harus
“disembuhkan”.
Kita tidak akan bisa
mengelak bahwa kematian itu akan kita alami. Sejauh pun kita berlari, tak akan
mungkin bisa menghindar dari kematian. Allah SWT berfirman dalam QS. Al Jumuah
ayat 8 yang artinya:“Katakanlah, sesungguhnya
kematian yang kalian lari daripadanya itu, pasti akan mendapati kalian, lalu
kalian semua akan dikembalikan kepada Yang Maha Mengetahui segala yang gaib dan
yang nyata. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada kalian apa-apa yang telah
kalian lakukan.”
Ada senandung merdu
dari Ungu yang mengingatkan pada kita bahwa kita tak akan bisa lari dan
menghindar dari kematian itu
Tulisan inipun mengingatkan
pada diriku dan semoga pada semuanya bahwa betapa seringnya kita alpa dan lupa
mengingat kematian. Kita terlalu sering disibukkan dengan hiruk pikuk
kepentingan duniawi semata. Ketika hati lebih berfokus pada urusan dunia,
memuja kenikmatannya yang semu, maka kita akan lalai dari mengingat mati.
Berapa seringkah kita
melakukan persiapan untuk menyambutnya? Berapa banyak energi, kepedulian,
antisipasi dan harapan yang telah kita kerahkan untuk kematian? Sekali lagi,
kita sering lupa itu semua, seolah-olah kita akan selamanya di dunia.
Kita boleh saja
berandai-andai bila ke arah hal yang positif, termasuk berandai-andai jika sisa
usia kita di dunia tinggal 8 hari. Ini sangatlah perlu untuk menyadarkan diri
kita bahwa kematian itu begitu dekat. Bahwa kematian adalah bagi siapa saja,
tak memandang usia. Namun terkadang kita terlalu sombong dengan mengatakan,
“Ah, aku masih muda saja”. Justru bagi kita yang muda (nah...kan mengaku masih
muda, padahal sudah mendekati kepala empat) kita harus menyisihkan waktu untuk
memikirkan kehidupan akherat disamping memikirkan dunia.
8 hari adalah waktu
yang sangat singkat untuk mempersiapkan kematian. Justru sebenarnya hidup di
dunia pada hakekatnya adalah untuk mempersiapkan kematian karena kematian merupakan
pintu gerbang menuju kehidupan akhirat, yaitu saat kita akan berjumpa dengan
Allah SWT dan meninggalkan kehidupan dunia yang penuh dengan tipu daya.
8 hari lagi... ah,
apakah kita lantas menyesali itu, begitu cepat waktu berlalu di dunia ini,
begitu cepat kematian menjemput. Tak ada gunanya penyesalan, justru tinggal 8
hari itu kita harus optimis, bersyukur karena diberi waktu 8 hari lagi. Kita
harus tetap berjuang sekuat tenaga, sepenuh hati, jiwa dan raga agar kematian
itu tidak sia-sia. Kita harus tetap merencanakan, biarlah Allah jua yang
menentukan. Kiranya ada beberapa hal yang aku lakukan jika waktuku tersisa 8
hari.
Bertobat
dengan sungguh-sungguh
Sebagai manusia tak
terhitunglah kiranya salah dan dosa yang terhimpun selama ini. Untuk itulah aku
akan berusaha untuk menyempurnakan tobatku. Aku yakin Allah SWT mendengarkan
doa-doaku. Aku yakin pada janji-Nya dalam QS.Az Zumar ayat 53: “Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang
melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari
rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
Dia-lah Yang Maha Pengampun dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” Dari ayat tersebut Allah akan mengampuni
dosa bagi siapa saja yang bertaubat meski dosanya amat banyak bagai buih di
lautan yang tak kan terhitung jumlahnya.
Memohon
maaf kepada semuanya
Pertama sekali aku
ingin minta maaf kepada bapak ibuku, aku ingin bersimpuh di kakinya memohon
maaf atas segala kesalahanku selama ini. Lalu aku juga akan minta maaf kepada
suamiku karena sebagai istri aku masih banyak kekurangan. Juga kepada mertuaku,
anak-anakku dan saudara-saudara, aku memohon maaf kepada mereka juga atas
khilaf selama ini, baik yang aku sadari maupun yang tidak. Kepada semua orang,
baik yang sudah aku kenal atau tidak, aku akan meminta maaf secara terbuka di
media sosial yang aku punya barangkali selama hidup aku telah berbuat kesalahan
kepada mereka baik sengaja maupun tidak.
Lebih
intens dalam mendekatkan diri pada-Nya
Dengan memperbanyak
sholat tahajud, sholat taubat dan amalan lainnya sehingga aku merasa lebih siap
untuk kembali keharibaan-Nya, bisa ikhlas atas ketentuan-Nya dan semakin ringan
dalam menjalani 8 hari terakhirku. Aku juga akan memperbanyak dzikir agar hati
lebih tenang.
Menyegerakan
berbuat baik dan beramal sholeh
Bersedekah dengan apa
yang aku miliki, menunaikan zakat yang belum terpenuhi, tetap berbuat baik pada
tetangga, berprasangka baik dengan semua orang...
Tetap
mengasuh dan mendidik anak-anak
Tak boleh ada yang
berubah dalam hal ini, justru aku harus menghabiskan waktu-waktu terakhirku
bersama mereka, berwasiat kepada mereka agar selalu rukun dan mendoakan
orangtuanya meski orangtuanya telah tiada.
Memenuhi
janji, menunaikan amanat yang belum tersampaikan
Aku akan berusaha untuk
membayar hutang-hutangku dan apabila aku belum sanggup menyelesaikannya aku
akan berwasiat kepada keluarga untuk membantu menyelesaikannya.
Ingin
pergi ke Tanah Suci Mekah
8 hari rasanya tidak
cukup untuk mengurus ini itu, namun yang namanya keinginan ya tetap harus
diupayakan, tentunya dengan berharap adanya keajaiban untuk bersungkur dan
berdoa di hadapan Ka’bah.
Sesungguhnya perumpamaan
8 hari terakhir itulah yang harus selalu kita amalkan di sisa akhir hidup kita.
Apakah 8 hari itu akan mengejawantah dalam 1 hari, 1 bulan, 1 tahun, atau 10
tahun yang akan datang. Wallohu ‘alam bishowab. Bersyukurlah kita masih diberi
umur panjang dan kesehatan sehingga masih ada kesempatan untuk memperbaiki diri,
meningkatkan amal sholeh dan bukan hanya mengejar mimpi dunia.20 Maret 2016
CERITA KALA GERHANA MATAHARI TOTAL (GMT)
Gerhana Matahari Total merupakan (GMT) merupakan fenomena
alam yang luar biasa. Disini Allah SWT juga menunjukkan kebesaran-Nya. Kemarin
tanggal 9 Maret 2016 Indonesia termasuk negara yang dapat menyaksikan fenomena
alam yang sangat jarang terjadi yaitu ketika siang menjadi gelap bagaikan
malam. Oleh karenanya Indonesia menjadi pusat perhatian dunia. Para turis dari
mancanegara berduyung-duyung datang ke wilayah-wilayah di Indonesia yang
mendapati gerhana matahari total antara lain di Bangka Belitung, Palembang
(Sumsel), Sampit (Kalteng), Palangkaraya (Kalteng), Balikpapan (Kaltim), Palu,
Poso, Luwuk (Sulteng), Ternate, Palu, Halmahera (Maluku Utara). Sementara
daerah-daerah yang mendapati gerhana matahari sebagian antara lain: Padang,
Jakarta, Bandung, Surabaya, Pontianak, Denpasar, Banjarmasin, Makasar, Kupang,
Manado dan Ambon.
Turis domestik pun tak mau ketinggalan dengan moment
istimewa ini, salah satunya teman-teman blogger yang memenangkan tiket Laskar Gerhana.
Para eclipse hunter (pemburu gerhana) bersiap bahkan beberapa hari sebelumnya
untuk menjemput fenomena alam yang satu ini.
Lalu bagaimana dengan keluarga kecil kami? Apakah juga
menjadi eclipse hunter?
Ah, enggak...kami turut dalam perayaannya tapi kami tak
punyacukup bekal (baca: duit) untuk pergi ke daerah-daerah yang dilalui gerhana
matahari total. Akhirnya kami pun sepakat untuk mengikuti sholat gerhana di
Masjid Al Akbar Surabaya. Mengapa harus ke Masjid Al Akbar? Padahal di Gresik
juga banyak masjid yang mengadakan sholat gerhana (kusuf). Kami dapat informasi
bahwa di masjid ini selain mengadakan sholat kusuf juga mengadakan nobar
(nonton bareng) gerhana matahari sebagian melalui layar monitor.
Kami berangkat dari rumah sekitar jam 5 pagi. Setelah sholat
Subuh langsung mandi dan bersiap-siap semua. Sampai disana sekitar jam 5.30 wib
sudah ramai jamaah tapi masih belum padet banget.
![]() |
Di depan Masjid Al Akbar Surabaya |
Namun setelah aku ke toilet dan mengambil air wudhu (ngantri
lumayan lama), ndilalah ketika keluar kamar mandi halaman masjid sudah penuh
dengan pengunjung, tumplek bleg... aku jadi heran sendiri lha kok segini banyak
orangnya. Aku jadi membayangkan bagaimana suasana di masjidil Haram saat bulan
haji yang penuh dengan ribuan orang muslim dan berada di tempat yang
sama...Subhanalllah...sambil berdoa dalam hati semoga aku bisa merasakan
saat-saat seperti itu kelak di tanah suci dan bisa menunaikan rukun Islam yang
kelima. Amiiinnn ... Menurut takmir masjid diperkirakan pengunjung lebih dari
50 ribu orang dan ini melebihi jumlah jamaah ketika sholat Ied. Ternyata
masyarakat begitu antusias untuk menyaksikan gerhana matahari ini.
![]() |
Pengunjung memadati Masji Al Akbar Surabaya |
Pake rukuh 744
Beruntung waktu kami datang belum macet dan beruntung pula
kami parkir mobil di badan jalan masjid.
Padahal awalnya kami mau parkir di dalam agar lebih dekat ke masjidnya apalagi
waktu itu parkir di dalam masih agak longgar parkir di dalam, pastilah nunggu
lama karena menunggu kemacetan di luar masjid bisa terurai.
![]() |
Maceettt... |
Kebetulan GMT kali ini berbarengan dengan libur Hari Raya
Nyepi sehingga banyak yang libur dan berbondong-bondong bersama keluarga
mendatangi masjid-masjid. Pengurus Masjid Al Akbar Surabaya menyediakan
berbagai fasilitas seperti 8 televisi plasma layar besar diletakkan di dalam
dan di serambi masjid.
![]() |
Pengunjung berjubel menyaksikan GMT dari layar TV plasma |
![]() |
TV plasma yang disediakan panitia |
Di halaman utama masjid disediakan Teleskop Explore
Scientific ED 80 mm.
![]() |
Teleskop pun dikerumuni pengunjung |
![]() |
Sebagian crew yang turut menyukseskan acara nobar |
![]() |
Antrian kacamata gratis |
HIKMAH GERHANA MATAHARI
Gejalan alam satu ini akan lebih berarti bila kita bisa
mengambil hikmah di baliknya, tidak hanya hura-hura dan merayakan dengan
kehebohan dengan makna yang dangkal. Dari peristiwa gerhana matahari total ini
dimana peristiwa sinar matahari yang meredup kemudian gelap gulita mengingatkan
pada kita bahwa sesungguhnya gelap itu tidak ada., tapi itu terjadi karena
ketiadaan cahaya. Itulah kata Einstein. Dengan analogi yang sama Einstein
mengatakan bahwa kejahatan itu tidak ada, tapi yang ada adalah ketiadaan
kebaikan dalam diri manusia itu sendiri. Kalau dipahami hal ini mengandung
makna yang sangat dalam. Dari pendapat Einstein tersebut Bapak Joni Hermana
rektor ITS mengatakan bahwa makna filosofi dbaliknya adalah bahwa Allah tidak
menciptakan kejahatan. Allah hanya menciptakan kebaikan. Terus bagaimana bisa
ada kejahatan dari muka bumi ini? Itu karena manusia sendiri yang menutupi
kebaikan baik sengaja maupun tidak. Kebenaran selalu berasal dari Allah SWT,
sementara kesalahan selalu berasal dari manusia sebagai makhluk yang dhaif.
Untuk itulah, moment gerhana matahari total ini seharusnya
kita jadikan sebagai bahan kontemplasi, bukan sebagai acara hura-hura semata.
Euforia boleh boleh saja dan sah-sah saja, tapi tetaplah harus pandai-pandai
kita mengambil hikmah dari fenomena alam ini. Manusia diciptakan oleh Allah
dalam keadaan suci, namun dalam perjalanan hidupnya manusia sendiri yang
mengubah nasibnya, apakah dia mengisi hidupnya dengan kebaikan atau justru
menjerumuskan dirinya dalam keburukan.
14 Maret 2016
The Story of Me...
Terima kasih Ya Rabbil Izzati, Kau telah memperkenalkanku tentang betapa indahnya dunia, hingga membuatku untuk terus berjuang menghadang segala carut marut kehidupan. Kini, setelah aku dewasa, berkeluarga, mempunyai dua permata hati, aku tak gagap untuk mengenal tanda-tanda kekuasaan-Mu. Begitu banyak kenikmatan, luka ataupun kecewa... Semua karena aku tahu Engkau telah mengaturnya dengan sedemikian indahnya. Inilah hidupku...dan aku bersyukur dengan hidupku...
My Early Childhood
Denting jarum jam menunjukkan pukul 12 malam hari pada Sabtu
Kliwon, 13 Agustus 1977, ketika seorang bayi perempuan lahir ke dunia. Dia
lahir sebagai anak kedua dari seorang bapak yang bernama Suhadi dan ibu
Supiyati. Tujuh hari kemudian bayi itu diberi nama Reni Dwi Astuti. Itulah aku.
Orangtua memberi nama untuk menitipkan harapan-harapannya, bahkan lebih dari
itu nama adalah sebuah pertanggungjawaban. Reni adalah nama seorang ustadzah
dan mubalighat terkenal (di kota Ponorogo dan sekitarnya) saat itu. Nama
lengkapnya adalah Ustadzah Reni Baidhowi. Kala itu satu hari setelah aku lahir,
beliau diundang ceramah di masjid Jami’ Tugu (yang kebetulan bersebelahan
dengan rumah kami). Bapakku terinspirasi untuk memberiku nama yang sama yaitu
Reni, dengan harapan aku bisa seperti beliau, menjadi seorang ustadzah dan
mubalighat. Kini aku mewujudkan sebagian mimpi bapak itu menjadi seorang guru
(ustadzah). Dwi, karena aku anak kedua dan Astuti kata dari bahasa Jawa yang
artinya “dipuji”.
Ingatanku pun melayang pada saat ibuku mengalirkan
cerita-ceritanya tentang masa kecilku yang tentunya sudah tidak terjangkau oleh
memoriku. Ketika usia 3 bulan aku harus terhenti mendapatkan ASI karena sesuatu
sebab yang ibuku sendiri tidak tahu kala itu. ASI-nya tiba-tiba kering dan
tidak mau berproduksi lagi. Betapa beliau menangisi mengapa itu bisa terjadi
dan menyesali diri karena tidak bisa memberikan ASI sampai usia 2 tahun. Reni
kecil akhirnya diberi susu formula sebagai pengganti ASI.
Kini dalam perkiraanku tentang kisah ibuku yang gagal
menyempurnakan pemberian ASI padaku bisa aku mengerti. Meski ibuku bukan wanita
karir alias ibu rumah tangga murni dengan segudang pekerjaan rumah tangga yang
tiada habisnya, bahkan beberapa hari setelah melahirkan melakukan semua pekerjaan
rumah tangga sendiri, memasak, mencuci tanpa bantuan teknologi modern seperti
kita di jaman sekarang ketika memasak tinggak memutar tombol kompor gas,
mencuci dengan hanya memencet tombol-tombol di mesin cuci, setrika tinggal
antar ke laundry , maka kelelahan sudah pasti terbayang di pelupuk mata.
Bukankah seorang ibu yang menyusui seharusnya mendapatkan istirahat yang cukup
agar ASI bisa berproduksi maksimal? Memang ada kalanya pemberian ASI pada
seorang anak tidak bisa berjalan mulus sesuai keinginan sang ibu. Kata ibuku
aku pun suka sekali minum susu formula dan setiap minta minum susu Reni kecil
pun berkata, ‘mi dot... midot... midot...midot...”
Aku pun pernah nyaris tertabrak bus antar kota. Ketika itu
aku masih baru bisa berjalan. Ketika ibu memasak di dapur Reni kecil berjalan
keluar rumah menuju jalan raya (depan rumah kami adalah jalan raya) dan
bertepatan dengan itu ada sebuah bus yang sedang melintas, kontan klakson bus
pun dibunyikan berkali-kali. Beruntunglah Reni kecil karena ada tetangga yang
mengetahuinya dan seketika itu dia pun berlari dan menggendongku menjauh ke
tepi jalan. Terima kasih ya Allah, ini adalah sebagian kecil dari takdir
indah-Mu untuk kelanjutan episode hidupku.
Ketika usiaku sekitar 4 tahun, bapak mengalami kecelakaan
sepeda motor dan memerlukan perawatan yang tidak sebentar. Aku, kakak dan
adikku pun harus wara-wiri mengikuti kemana Bapak dirawat. Saat bapak harus
rawat inap di RS KUSTATI Solo beberapa bulan, kami pun dititipkan di rumah
mbah. Ini pernah aku tulis disini. Setelah Bapak sudah mendingan dan bisa dibawa pulang ke rumah, beliau berdua (tentunya dengan kesepakatan seluruh keluarga besar) memutuskan untuk meningggalkan rumah kami yang selama ini kami tempati. Kamipun pindah ke rumah mbah yang lumayan besar. Konon dari cerita ibu, rumah kami termasuk angker. Banyak sekali cerita yang membuat bulu kuduk merinding. Masyarakat sekitar pun mengetahui hal itu. Meski begitu Bapak dan Ibu terus bertahan dan percaya dengan keagungan-Nya (walaupun sering mendapatkan pengalaman yang menakutkan). Wallohu 'alam, selalu ada saja musibah yang menghampiri anggota keluarga kami. Rumah kami dulu katanya bekas kuburan sehingga nuansa mistiknya sangat kuat. Namun, waktu itu aku tidak mengerti hal-hal yang demikian. Yaa maklumlah aku masih kanak-kanak yang lugu dan polos.
Masa-masa ketika di TK adalah masa yang sangat menyenangkan.
Masa bermain yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Bermain dengan kakak
dan adikku serta teman-teman di sekitar rumah. Meski hanya beberapa moment yang
masih tersisa di ingatan, namun rasanya tidak ada beban sebagai anak-anak kala
itu.
Namun, ketika aku kelas 2 SD awan kelabu sedang menaungi
rumah kami. Aku harus kehilangan adikku satu-satunya yang meninggal karena
sakit. Namanya Erma Suciati. Erma kecil anak yang cerdas dan pemberani. Dia meninggal di usia 5 tahun. Aahh...tiba-tiba rasa kangenku padanya menyeruak ketika aku menulis dan mengunggah foto ini...
Keceriaan seorang anak aku alami sampai aku kelas 3 SD.
Aku bermain bersama teman-teman dengan keceriaan khas anak kecil. Mulai kelas 4 sekolah sempat menjadi tempat yang tidak nyaman bagiku. Aku
sering dibully oleh teman-teman cowok sekelasku. Mereka menjodoh-jodohkanku
dengan teman sekelas juga. Dan itu membuatku malu dan memendam amarah karena
tidak berdaya melawan mereka. Saat itu aku bersorak gembira bila si biang pem-bully itu tidak masuk sekolah. Namun, meski aku jadi korban bully, prestasi
belajarku tidak terpengaruh. Ranking 1 atau 2 selalu dalam genggaman. Saat aku kelas 5 aku memiliki adik baru. Kami selisih 11 tahun. Awalnya aku malu mempunyai adik baru. Dalam pikiranku saat itu, aku kan sudah besar masak punya adik bayi... Aku sempat cemas ya? Tapi ternyata, lama-lama senang juga dengan adik baru, apalagi dia seorang cewek, lucu dan cantik... Dia bisa menjadi temanku dalam bermain.
Oh ya, Bapakku termasuk keras dalam mendidik kami anak-anaknya. Beliau mendisiplinkan kami dalam setiap kegiatan. Bahkan aku tidak boleh bermain atau belajar sebelum mengaji. Kami pun sudah diserahi tanggung jawab masing-masing di rumah. Aku menyapu rumah bagian tengah dan kakakku menyapu rumah bagian depan. Itu sudah berlaku setiap hari sebelum berangkat ke sekolah. Sholat pun harus tepat waktu, hingga aku pernah iri dengan teman-temanku yang orangtuanya agak longgar dalam hal ini. Tapi ternyata, apa yang dilakukan oleh orangtuaku dapat aku rasakan manfaatnya hingga kini. Dan harus aku akui dalam hal ini aku kalah dengan beliau.
Oh ya, karena masih terus dibully, rasa-rasanya
aku pingin cepat lulus dan terhindar dari bully teman SD ku. Namun apa yang
terjadi setelah aku di SMP? Ternyata bully itu masih berlanjut padaku, tapi
dilakukan oleh teman SMP dari sekolah yang berbeda. Entahlah, saat itu yang
berkecamuk dalam diriku adalah rasa malu, marah, jengkel, takut, cemas, tidak
nyaman...campur aduklah. Aku kecewa pada diriku sendiri karena “membiarkan” hal itu aku alami. Namun
aku tak kuasa “menyelesaikan” hal tersebut, termasuk tidak berani untuk melaporkan
pelaku pada orang tua maupun guru karena takut dicap penakut, tukang ngadu,
atau bahkan disalahkan.Hal itu yang membuat aku semakin tidak percaya
diri. Mengapa harus aku yang menerima semua itu? Namun, menjadi korban bully tidak menjadi alasan untuk tidak belajar.
Justru semua itu melecutku untuk menjadi siswa yang berprestasi. Saat itu aku
ingin menunjukkan kepada mereka bahwa aku bisa meski mereka membully-ku terus
menerus. Aku lebih banyak tidak menanggapi mereka karena semakin aku menanggapi
mereka semakin santerlah mereka membully-ku.Akhirnya dengan memacu semangat belajar aku pun bisa
menjadi juara umum di SMP kelas 2. Dan ceritaku ini sekarang selalu aku share kepada siswa-siswa di sekolahku. Kebetulan aku seorang konselor di sekolah, sehingga aku berupaya agar kasus-kasus bullying tidak terjadi, minimal berkuranglah.
Oh ya, Bapakku termasuk keras dalam mendidik kami anak-anaknya. Beliau mendisiplinkan kami dalam setiap kegiatan. Bahkan aku tidak boleh bermain atau belajar sebelum mengaji. Kami pun sudah diserahi tanggung jawab masing-masing di rumah. Aku menyapu rumah bagian tengah dan kakakku menyapu rumah bagian depan. Itu sudah berlaku setiap hari sebelum berangkat ke sekolah. Sholat pun harus tepat waktu, hingga aku pernah iri dengan teman-temanku yang orangtuanya agak longgar dalam hal ini. Tapi ternyata, apa yang dilakukan oleh orangtuaku dapat aku rasakan manfaatnya hingga kini. Dan harus aku akui dalam hal ini aku kalah dengan beliau.
![]() |
adikku (cewek) dan sepupunya saat usia 3 tahun |
Kuingat bagaimana perjuanganku meraih prestasi itu. Aku
berusaha mengalahkan rasa kantuk untuk memperbanyak jam belajarku tiap harinya.
Aku bertanya pada orang-orang di sekitarku bagaimana mengatasi rasa kantuk. Ada
yang menyarankan minum kopi yang dicampur garam. Aku lakukan itu demi prestasi
yang ingin aku raih. Namun apa yang terjadi, memang mataku bisa tetap terjaga
sampai jam 1 dinihari tapi otak tidak bisa diajak kompromi karena mungkin sudah
terlalu lelah. Ada juga yang menyarankan kaki direndam dengan air. Itu pun aku
lakukan. Kalau sudah mulai kantuk aku pun bergegas mengambil ember berisi air
dan kurendam kakiku di ember itu sambil belajar. Namun ketahanan kakiku juga
ada batasnya, bahkan aku masuk angin. Aku bertanya lagi barangkali ada hal lain
yang bisa tetap terjaga. Ada tetangga yang bilang agar aku minum obat Ultra**p
agar tidak cepat mengantuk. Namun yang ketiga ini belum sempat aku coba.
Ternyata, ambisiku untuk menjadi siswa berprestasi itu harus dibayar pula
dengan ambruknya kondisi badanku sehingga aku punharus diopname selama seminggu
di rumah sakit. Dua hari di rumah sakit, ibuku juga menyusul diopname juga.
Betapa sedihnya saat itu, bahkan ketika aku boleh pulang, ibu masih opname di
rumah sakit. Bapaklah yang mondar-mandir mengurusi kami, dibantu dengan
bulik-bulik yang bergantian menjaga kami di rumash sakit. Kerja kerasku
rasa-rasanya impas dengan prestasi yang aku dapat sehingga aku meraih juara
umum. Dan hal yang paling menyenangkan adalah ketika kelas 3 SMP aku sudah
mulai terbebas dari bullying verbal itu sehingga aku lebih fokus pada persiapan
EBTANAS. Rasanya inilah dunia kebebasanku...
Masa-masa SMA yang menyenangkan...
Semakin bertambah usia semakin bertambah percaya diri, meski
masih setengah-setengah. Kurang percaya diri
yang kumaksud disini dalam hal bergaul dan mengenal teman secara luas.
Mungkin aku termasuk agak kuper saat itu. Waktuku lebih banyak aku habiskan
untuk di rumah dan belajar. Ketika teman-teman mengajak main aku lebih banyak
menolak karena hal itu berkaitan dengan uang sakuku saat itu yang hanya cukup
untuk naik bus atau angkot pulang-pergi sekolah.Bahkan kalau sang kondektur
lupa menarik ongkos bus, betapa indahnya hal itu...(iihh, ini mah nggak
jujur...). Dan kalau pergi main mestilah ada jajannya, paling tidak transport
untuk main kan harus ada. Jadilah aku anak yang agak kuper. Iri banget
sebenarnya pingin bisa sering bermain bersama teman-teman kala itu. Sesekali
aja sih main bersama teman-teman. Sampai-sampai ada temanku yang sekarang sudah
jadi seorang hakim mengatakan kalau mukaku sudah mirip dengan buku karena sibuk
belajar terus. Padahal nggak segitu juga kaliii... Dapat uang jajan lebih hanya
seminggu sekali yaitu saat ada pelajaran olahraga. Kalau ada teman yang jajan
di kantin dan jajan yang dibelinya banyak, aku hanya bisa berkata dalam hati,
“Betapa beruntungnya temanku ini, bisa jajan semaunya, pastilah anak orang
kaya...” Sementara aku beli jajan di kantin aja seminggu sekali atau sesekali
ketika ada uang saku lebih.
Saat SMA sempat naksir seorang cowok juga, tapi nggak berani
menyampaikan,dan itu aku simpan dalam hati tanpa seorang pun yang tahu.
Yaahh...cinta monyet yang tak tersampaikan, begitu mungkin sebutannya. Menjelang
akhir SMA (tahun 1992), aku membuat keputusan untuk memakai jilbab. Saat itu
jilbab memang belum familier. Di sekolahku hanya 2 siswi yang berjilbab. Motivasi
dari temanku yang sudah lebih dulu menutup auratnya ternyata mampu mempesonaku
untuk mengikuti jejaknya dalam menutup aurat. Aku ingat catatan seorang teman
yang ditorehkannya di bukuku saat itu. Dia mengatakan, “Janganlah jadi generasi
chiki”. Aku sempat bertanya-tanya waktu itu, ini apa maksudnya. Karena
penasaran aku pun bertanya langsung kepadanya. Dia menjelaskan generasi chiki
(jenis makanan ringan) itu maksudnya hanya bagus di kemasan tapi dalamnya nggak
bermutu alias keropos mentalnya. Aku pun semakin memantapkan hati untuk
berhijab.
Akupun mengutarakan maksudku pada ibuku. Saat itu ibu
mengatakan bahwa aku kan sudah kelas 3 SMA, sementara sebentar lagi lulus,
masak harus beli baju baru untuk seragam. Aku melihat di wajah ibuku ada raut
bahagia melihat anaknya mau berhijab, namun di sisi lain kemampuan ekonomi
orangtuaku yang saat itu sangat pas-pasan sehingga terasa berat untuk membeli
seragam-seragam baru yang hanya akan dipakai beberapa bulan saja di SMA. Namun aku terus berusaha agar ibu
menyetujui keinginanku. Meyakini kemantapan tekadku untuk mengenakan hijab
sudah tak terbendung lagi, akhirnya ibu pun membeli kain-kain buat seragam
sekolah. Beliau menjahit semua baju-baju itu. Untungnya ibuku seorang penjahit
sehingga tidak dibebani ongkos jahit. Setelah aku, tiga temanku ikut mengenakan hijab juga.
Masa menempa diri dalam kawah candradimuka
Lulus SMA akupun ikut UMPTN (sekarang SNMPTN). Namun aku
gagal menembus PTN favoritku kala itu. Fakultas Psikologi Unair. Aku pun
berhenti setahun untuk mempersiapkan diri ikut UMPTN tahun berikutnya. Sebenarnya
ingin sekali mengikuti bimbingan belajar
untuk persiapan UMPTN tahun berikutnya, namun aku tidak berani menyampaikan
pada orangtuaku karena aku cukup tahu diri, biaya untuk itu tidaklah sedikit
sehingga aku belajar sendiri dengan mengerjakan contoh-contoh soalnya saja. Selama
masa vakum satu tahun aku manfaatkan untuk mengikuti kursus komputer dan kursus
akuntasi hingga UMPTN datang lagi. Dengan pilihan yang sama dengan tahun
sebelumnya, ternyata aku gagal lagi. Aku pun akhirnya melanjutkan ke sebuah
universitas swasta di Malang. Sejak awal kuliah aku bertekad untuk serius
kuliah, no pacaran, aktif di organisasi dan cepat lulus dengan nilai yang baik.
Tidak lain dan tidak bukan salah satunya karena tidak ingin mengecewakan
orangtua yang sudah dengan susah payah membiayai kuliahku.
Lagi-lagi, aku jadi mahasiswa aktivis yang jarang
menghabiskan waktunya untuk nyantai-nyantai bareng teman. Sehari-hari di
kampus, pulang ke kost kalau sudah sore atau malam setelah aktifitas organisasi
selesai. Bener-bener jadi mahasiswa yang kurang piknik (istilah sekarang). Mengikuti aksi turun lapangan juga aku jabanin, apalagi saat itu sedang gencar-gencarnya aksi demonstrasi mahasiswa pro reformasi. Sebagai aktivis waktu itu, tentu aku tidak boleh ketinggalan. Reni yang dulunya saat SMP dan SMA termasuk anak yang agak kuper alias kurang pergaulan, pada saat kuliah berbanding terbalik seratus delapan puluh derajat. Semangat seperti itu yang kini selalu aku tularkan juga kepada siswa-siswaku di sekolah kini. Bahwa semua orang bisa berubah asalkan mempunyai niat dan kemauan yang kuat. Selain itu, aku
juga berusaha untuk mendapatkan uang tambahan dengan menjadi reseller baju,
kaos, sepatu, tas bahkan kosmetik. Aku jualan dengan datang ke kost
teman-teman, terkadang sambil bawa dagangan ke kampus.
Ada beberapa organisasi yang aku ikuti, antara lain
IMM-Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (sempat menjadi Ketua Umum tingkat fakultas),
BPM (Badan Perwakilan Mahasiswa-Bendahara), SEF (Student English Forum) dan
Tapak Suci. Ada kalanya kejenuhan melanda diantara padatnya aktivitas
organisasi. Yang aku lakukan adalah berdiam diri di kost dan bercengkerama
dengan teman-teman kost, nonton tivi atau sekedar jalan-jalan. Aku menyebutnya
sebagai keseimbangan. Semangatku untuk menyelesaikan kuliah selama 4 tahun
kandas karena aku mengalami kecelakaan tunggal saat perjalanan dari lokasi
penelitian. Kecelakaan itu mengharuskanku untuk tidak kemana-mana selama satu
bulan karena kakiku luka parah. Aku pun berusaha menerima dengan ikhlas semua
ini, meski awalnya menyesali juga mengapa ini harus terjadi. Justru dari
kejadian ini aku mengambil hikmah yang besar bahwa tidak setiap keinginan dalam
diri kita bisa menjadi kenyataan karena ada yang mengatur setiap titik
perjalanan hidup kita. Akhirnya aku pun dapat menyelesaikan kuliahku selama 4,5
tahun dengan predikat IPK tertinggi di fakultas. Aku menyebutnya bukan sebagai
mahasiswa terbaik, tapi IPK tertinggi iya. Karena IPK tertinggi belum tentu
bisa dijadikan indikator kalau dia sebagai mahasiswa terbaik. Kebetulan nilai
IP yang aku kumpulkan mengantarkanku menjadi mahasiswa peraih IPK tertinggi di
fakultas.
Kisah saat bekerja
Setelah lulus, aku pun direkrut menjadi staf di Laboratorium
Psikologi di kampus. Selain itu aku pun menjadi asisten dosen, yang kemudian
mengantarkanku menjadi dosen tidak tetap di kampus. Sekitar satu tahun menjadi
dosen, ada panggilan kerja di sebuah sekolah alam di Surabaya. Aku sangat
bingung kala itu dihadapkan oleh dua pilihan yang sama-sama berat. Akhirnya
setelah melalui berbagai pertimbangan dan beberapa kali sholat istikharah aku
pun memutuskan untuk menerima tawaran dari sekolah di Surabaya sehingga aku
harus meninggalkan kampusku tercinta. Namun saat itu aku masih harus menyelesaikan tugas
dan tanggung jawabku di kampus. Jadi bolak-balik Malang-Surabaya. Awalnya
berat, namun setelah dijalani aku banyak menemukan pelajaran kehidupan yang
tiada terkira di tempat mengajarku yang baru ini. Aku bergelut dengan anak-anak mulai dari play group, TK dan SD di sebuah sekolah alam dan aku begitu menikmatinya. Sebuah episode kehidupan yang penuh sarat makna.
Ketemu jodoh... meet the soulmate
Di Surabaya ini juga aku pertama kali bertemu dengan my soulmate.
Kami tidak pernah kenal sebelumnya, tapi beberapa kali berada diacara yang sama
dalam kegiatan organisasi kampus. Ia kuliah di Yogjakarta dan aku di Malang. Namanya juga jodoh, kalau belum saatnya
dipertemukan ya nggak akan ketemu. Jadi, teman-temannya adalah teman-temanku
juga. Dan kami pun diperkenalkan oleh teman kami. Karena jarang ketemu kami hanya sms atau telpon
aja sesekali.Akhirnya setelah sama-sama serius, keluarga semua setuju, dia pun
melamarku pada tanggal 10 Agustus 2003.
Bahtera itu segera dikayuh...
Tepat tanggal 8 Februari 2004 kami mengikat janji sehidup
semati, selalu bersama dalam suka dan duka, dalam kelebihan maupun dalam
kekurangan. Setelah menikah kami sempat LDR, lebih tepatnya sebelum menikah pun
kami LDR-an. Suami di Jakarta aku di Surabaya. Satu bulan usia pernikahan kami,
hasil tes laboratorium menyatakan bahwa ada kehidupan baru yang berusia empat
minggu ada di dalam rahim saya. Padahal waktu itu kami merencanakan mempunyai
momongan setelah usia pernikahan kami sekitar satu tahunan, ternyata Allah
memberikan lebih cepat dari yang kita minta. Hingga usia kehamilan di bulan
ke-9, kami merencanakan setelah lahiran untuk tinggal di ibukota sehingga aku
pun resign dari tempat mengajarku. Ternyata, belum sampai pindah ke Jakarta
suami sudah dipindah lagi ke Gresik. Sampai Kayla (putri pertama) berusia 2
tahun, baru aku mencari pekerjaan lagi dengan mengajar di sebuah bimbingan
belajar sampai akhirnya aku diterima menjadi CPNS di awal tahun 2011. Dua tahun
setelahnya putri kedua pun lahir. Bertambah lagi anugerah dari Allah yang harus
kami jaga dan kami didik untuk menjadi insan kamil yang penuh dengan kemuliaan.
Langit kehidupan tak selalu cerah, kenyataan hidup tak
selalu manis. Selama menjalani pernikahan ini tak sedikit batu sandungan yang
pernah aku alami bersama suami. Tetapi, kami tetap selalu bersama dan
menghadapinya dengan sabar, ikhlas dan tawakkal. Tak dipungkiri bahwa ada rasa
lelah, cemas dan kadang kecewa. Ada saat dimana pertahanan spiritual kami
melemah. Namun kami bisa saling menguatkan. Kami
menganggapnya itulah seni kehidupan yang kelak akan mendewasakan kita sebagai
manusia.
Tentang mbak Ika Puspitasari...
Dikatakan kenal tapi belum tahu banyak. Dikatakan tidak
kenal tapi saya sering membaca update statusnya di facebook. Sehingga jika
diminta memberikan kesan terhadap beliau rasanya kurang bahan bagi saya untuk
memberikan masukan tentang beliau, malah nantinya tidak bisa objektif. Namun
saya akan memberikan semacam komentar untuk blog beliau. Dari blognya saya mengetahui beliau seorang ibu dengan tiga anak, aktif dalam dunia kepenulisan. Bahkan beliau pernah menerbitkan 2 buku secara bersama-sama dengan penulis yang lain (ah...jadi merasa belum ada apa-apanya dengan Mbak Ika Puspitasari). Tulisan-tulisan di blognya mengalir dengan kata-kata dan bahasa yang mudah dipahami. Jadi kalo membaca tulisan beliau tidaklah perlu kita mengernyitkan dahi hehehe... Tulisannya enjoyable dan lebih banyak tentang hal-hal sehari-hari.
Terima kasih ide GA nya mbak, karena dengan GA ini saya jadi ada "keberanian" untuk menuliskan sejarah diri ke layar blog hehehe...dan foto-foto kenangan lama yang tersimpan selama ini di album kenangan bisa lebih berkata-kata...
Terima kasih ide GA nya mbak, karena dengan GA ini saya jadi ada "keberanian" untuk menuliskan sejarah diri ke layar blog hehehe...dan foto-foto kenangan lama yang tersimpan selama ini di album kenangan bisa lebih berkata-kata...
Terselip doa untuk Mbak Ika Puspitasari, Selamat Ulang
Tahun, barokalloohu fii umrik. Semoga selalu sehat, panjang umur, diberi kekuatan untuk mendidik dan menemani putra putri tercinta, diberi keberkahan usia dan selalu membawa maslahah bagi sesama... Dan teruslah berkarya dan menebar manfaat bagi semesta...
Btw, Mbak Ita tidak ingin bernostalgia ke Gresik? Saya tinggal di Gresik lho Mbak, hehehe...
Btw, Mbak Ita tidak ingin bernostalgia ke Gresik? Saya tinggal di Gresik lho Mbak, hehehe...