Pada suatu sore di
Minggu kedua bulan November, aku mengajak putri sulungku untuk melihat-lihat
salah satu warisan budaya di Kota Pudak ini, yaitu Kampung Kemasan. Meski sudah 10 tahun tinggal di Gresik, aku
belum pernah sekalipun bertandang ke Kampung Kemasan ini. Memang aku belum tahu
lokasinya, namun sering dengar juga disebut-sebut tentang Kampung Kemasan.
Ternyata kalau hanya lewat daerah sekitar situ sudah cukup sering, tapi
memasuki area ini yang baru sekali ini.
Awalnya aku masih nyari-nyari lokasi Kampung Kemasan ini.
Aku nggak membayangkan kalau yang namanya Kampung Kemasan ini berada di sebuah
gang yang tidak terlalu lebar. Awalnya aku pikir berada di sebuah kampung yang
cukup luas dan berada di tepian jalan raya. Ternyata enggak... hmmm kudet banget
sih aku nih. Atau lebih tepatnya kurang peduli dengan keberadaan Kampung
Kemasan, meski hanya sekedar tahu dan menginformasikan ke orang lain bahwa Kota
Gresik memiliki Kampung Kemasan sebagai cagar budaya. Padahal orang yang luar
Gresik aja malah banyak yang tahu tentang keberadaan kampung ini.
Baca juga Veranda
Baca juga Veranda
Nah untuk memupus “rasa bersalahku” akan ketidakpedulianku
terhadap cagar budaya ini, maka aku tuliskan beberapa kalimat yang terangkai
dalam sebuah cerita singkat berikut ini dengan harapan semoga banyak orang yang
mengetahui dan aware terhadap situs heritage kota Gresik ini.
Kampung Kemasan berada di Jalan Nyai Ageng Arem-Arem Gang 3
Kelurahan Pakelingan, Kecamatan Gresik. Rute bisa ditempuh dari Ramayana –
Pasar Kota – perempatan Toko Bata – belok kiri lalu ketemulah jalan tersebut
belok di gang pertama. Setelah menemukan alamat tersebut, aku masih merasa ragu
untuk masuk gang, karena suasana saat itu terlihat sepi, hanya ada beberapa
mobil dan sepeda motor nampak terparkir
di dalam gang.
Karena penasaran aku pun mengarahkan sepeda motorku memasuki
gang tersebut.
Daaannn.... takjub aku melihat bangunan-bangunan di dalamnya.
Maklum, baru kali ini aku tahu dengan mata kepala sendiri bangunan-bangunan di
Kampung Kemasan. Campuran gaya Kolonial dan Cina nampak sangat kental disini.
Pilar-pilar Eropa sangat mendominasi bangunan, dipadu dengan warna merah putih
serta ornamen Cina memberikan ciri khas tersendiri.Ternyata pada abad ke-19
Masehi lokasi ini merupakan pemukiman orang-orang Eropa dan para pribumi yang
kaya.
Kalau dilihat dari foto di atas, bangunan-bangunan disana
terdiri dari 2 lantai. Fungsi utama bangunan adalah sebagai rumah tinggal
(lantai 1) dan tempat budidaya burung walet (lantai 2). Sekilas melihat deretan
rumah yang ada disana terkesan “wah” untuk ukuran bangunan di masa lalu.
Bangunannya nampak terawat dengan pilar-pilar yang besar, pintu dan jendela
tinggi dengan dominasi warna merah serta lantai ubin yang khas masa lalu.
![]() |
mejeng dulu... |
Eh, ternyata tidak semua jendela yang ada pada bangunan
disana adalah jendela asli. Sebagian merupakan jendela aspal (asli tapi palsu)
hehehe... Palsu gimana maksudnya? Iyaaa....jendelanya hanya hiasan saja. Jadi
dibalik jendela itu hanya dinding dari batu bata alias tidak ada lubangnya.
Selidik punya selidik ternyata jendela palsu itu ada tujuannya lho... yaitu
untuk mengelabuhi pencuri. Maklum juga sih, karena para pencuri tentu tergiur
dengan adanya sarang burung walet di lantai dua. Karena kalau dijual harganya
cukup mahal. Atau mungkin juga mengincar harta si pemilik rumah...
![]() |
anak wedok |
Bangunan-bangunan disana tampak megah, dan bisa diduga kalau
waktu itu pemiliknya adalah orang yang kaya. Dan memang menurut sejarah,
pemilik bangunan di Kampung Kemasan tersebut adalah pengusaha kulit yang
terkenal pada jaman itu. Beliau juga saudagar yang memiliki usaha sarang burung
walet. Beliau adalah haji Oemar Akhmad.
Ceritanya pada jaman dulu, di kampung yang panjangnya 200
meter itu tinggallah seorang pengrajin emas bernama Bak Liong. Karena
keahliannya sebagai pengrajin emas, ia terkenal di seluruh Gresik, hingga dia
membuat nama kampung tersebut menjadi Kampung Kemasan. Sepeninggal Bak Liong,
kampung tersebut tak terurus. Akhirnya pada tahun 1855 Haji Oemar Akhmad
membeli rumah di kawasan itu. Karena orang kaya, ia pun membangun beberapa
rumah di daerah itu untuk tempat tinggal anak-anaknya.
H. Oemar Akhmad memiliki 7 putra, yaitu Asnar (menempati
rumah nomer 09), Marhabu, Abdullah, H. Djaelani (menempati rumah tinggal Gajah
Mungkur), H. Achmad Djaenoddin, H. Moeksin (menempati rumah nomer 12), dan H.
Abdoel Gaffar.
Di dinding depan terdapat keterangan tentang pemilik rumah
dalam plakat keemasan berbentuk elips
(dari kuningan)
Selain itu di atas pintu pagar rumah (hanya beberapa rumah)
terdapat nama si pemilik rumah
Ada beberapa rumah lainnya yang sempat saya foto di kampung
Kemasan ini. Di Kampung Kemasan sendiri terdapat 23 bangunan, namun yang masih
bisa dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya hanya 16 rumah (bangunan).
Bangunan-bangunan yang terkategorikan sebagai cagar budaya ini direstorasi pada
tahun 2014 oleh Pemerintah daerah setempat bekerjasama dengan beberapa pihak.
![]() |
Oh ya, kalau masih bingung mencari di gang yang mana, maka
lihatlah salah satu gang pada alamat di atas yang di pintu gerbang masuknya terdapat
tulisan “GERBANG KEMASAN”
![]() |
Gerbang Kemasan |
Semoga pemerintah kota Gresik bisa mewujudkan Kampung Kemasan ini sebagai wisata heritage yang kelak dikunjungi oleh semakin banyak wisatawan.
Jangan lupa mampir ke Dynasty Waterpark yaa...
Wihhh informasine lengkap kap kap, di sana aku foto-foto tok, gak wani ngajak ngomong 😂
BalasHapusAku foto-fotone malah cuma dikit, anakku agak mogok isuruh moto emak e hehehe
HapusWah baru tau ada kampung tua di Gresik, moga kapan2 klo mudik Sby bisa mengunjunginya TFS :)
BalasHapusMonggo Mbak April silahkan mampir Gresik, semoga bisa ketemuan ya kita
HapusCuman boleh liat dari luar aja mba?apa bole masuk?terus penghuninya bolehin?atau galak hahaha *kepo*
BalasHapusKalau pas ada event bisa langsung masuk mbak, tapi kalau hari biasa ya ijin dulu pada tuan rumahnya
Hapus