![]() |
vebma.com |
Ketika sepasang pengantin
mengucapkan ijab-qabul itu artinya kedua belah pihak sudah menguatkan hati
untuk mengikat perjanjian yang sangat berat (mitsaqan-ghalizhan). Saat itulah
suami istri harus saling mengetahui dan memahami apa kewajiban dan hak
masing-masing pasangan.
Sungguh itu tak semudah diucapkan
atau dituliskan. Perlu perjuangan yang sangat panjang dan berliku yang
terpampang nyata di hadapan. Pernikahan tidak cukup dibiarkan berjalan apa
adanya, tapi harus dimanage.
BAGAIMANA MERAWAT CINTA DALAM
KELUARGA?
Tujuan hidup berkeluarga adalah untuk
mendapat keberkahan dari Allah SWT.
Cukupkah ingin bahagia dalam pernikahan?
Benarkah tujuan menikah itu untuk
bahagia?
Lalu bagaimana bila ternyata kebahagiaan yang diraih bukan bahagia
yang diberkahi?
Bisa-bisa malah mencelakakan kita.
Makanya Sakinah Mawaddah Warahmah yang
ingin kita raih harus berada dalam bingkai keberkahan dari Allah SWT.
Untuk mendapatkan keberkahan itu
maka ada SATU SYARAT MUTLAK yaitu kita harus selalu berada pada garis ketaatan
kepada Rabb kita, termasuk dalam berumah tangga, berinteraksi dengan
suami/istri dalam keseharian kita.
MU’ASYARAH BIL MA’RUF
Ada dua hal penting yang harus
diperhatikan, yaitu:
1. Menemani
dan mempergauli mereka dengan cara yang ma’ruf yang mereka kenal dan disukai
hati mereka, serta tidak dianggap munkar oleh sara’, tradisi dan kesopanan
(Muhammad Abduh).
Penekanannya
pada “disukai hati mereka”. Kapan interaksi kita
dikatakan ma’ruf? Ketika interaksi yang kita lakukan menyenangkan hati istri/suami kita sepanjang tidak bertentangan dengan sara’ dan tradisi. Bukan apa yang kita
mau. Bukan “terserah gue dong mau ngapain?” Bedakan “maunya saya dengan apa
yang disukai istri/suami saya”. Bagaimana untuk mengetahui apakah itu disukai atau
tidak? So, tanyakan pada pasangan kita.
2. Mereka
mempersempit nafkah dan menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan, banyak
cemberut dan bermuka masam ketika bertemu mereka, semua itu menafikan pergaulan
secara ma’ruf (M. Abduh).
Ada beberapa
kategori yang termasuk tidak berbuat ma’ruf yaitu mempersempit nafkah dan
menyakiti dengan kata dan atau perbuatan. Bedakan antara mempersempit nafkah dengan
“benar-benar sempit nafkahnya”. Suami dikatakan mempersempit nafkah jika dia
punya penghasilan besar tapi yang diberikan kepada istrinya untuk nafkah hanya
sedikit.
Menyakiti dengan
perkataan ini menyebabkan pecahnya tangis istri. Sakit hati karena omongan dan
perbuatan. Istri menangis karena merasa tersakiti hatinya oleh perkataan
suaminya dan suaminya tidak menyadarinya. Kalau sudah menyakiti hati istrinya
itulah jarak yang terbentang antara akal/logika laki-laki dan perasaan
perempuan.
Contohnya:
Istri : “ Engkau
telah mengeluarkan kata-kata yang telah
menyakiti hatiku”
Suami : “ Mek
diomongi ngono wae kok nangis, tersinggung...” (Cuma dibilang begitu aja kok
menangis dan tersinggung)
Dalam survey
yang dilakukan oleh para konselor pernikahan pihak yang paling banyak merasakan
ketidakpuasan dalam pernikahan adalah perempuan/istri. Dan itu diperkuat oleh
data Kemenag 70% perceraian di Indonesia adalah gugat cerai dari pihak istri.
Kenapa perempuan banyak yang menggugat cerai suaminya? Sebenarnya para istri
yang menggugat cerai suaminya di Pengadilan Agama diantaranya sudah ditalak di
rumah oleh suaminya.
Mengapa banyak istri yang
tidak puas? Karena mereka lebih banyak merasakan dengan hatinya.
Mu’asyarah Bil Ma’ruf
mengandung makna saling (resiprokal). Suami tidak boleh melakukan sesuatu yang
tidak disukai istri, begitu pula sebaliknya. Jadi kalau ingin mendapatkan keberkahan dari Allah harus mentaati aturan Allah dari segala aspeknya.
Tinjauan dari
sisi konseling pernikahan
Ada berbagai
macam teori/rujukan dalam berumah tangga. Namun ada satu teori/tinjauan
tentang tahap-tahap pernikahan menurut Dawn J. Lipthrott.
Dawn melakukan
survey/penelitian kepada banyak pasangan dalam jangka waktu yang sangat lama
(longitudinal research).
Secara umum
tahap-tahap berumah tangga dibagi menjadi 5. Tentu tidak sama antara orang yang
satu dengan yang lainnya dan tidak semua mengalami hal yang serupa, waktunya
juga bisa berbeda-beda.
1. ROMANTIC LOVE : I LOVE YOU FULL
Para pengantin baru sampai usia pernikahan 3-5 tahun.
Berada pada masa ini semua serba indah, menyenangkan, rasanya tidak bisa
dilukiskan dengan kata-kata. Merupakan masa /suasana bulam madu, tapi waktunya
tidak lama, rata-rata 3-5 tahun saja. Karena terbatas maka masa-masa itu maka
harus dioptimalkan, karena tidak akan terulang lagi. Bagaimana yang sudah
melewati masa-masa tersebut? Berarti kan sudah lewat dan sudah terlambat? Tidak
ada kata terlambat karena kita bertugas mempersiapkan anak-anak kita untuk
menikah.Kita jelaskan kepada mereka terutama yang beranjak remaja bahwa
nantinya mereka akan melalui tahap-tahap seperti itu dalam rumah tangga.
Romantic Love bisa “dikredit” oleh mereka yang
mengawali pernikahannya dengan pacaran karena suasana jatuh cinta orang pacaran
setara dengan Romantic Love yang menggebu-gebu. Misal: pacaran 3 tahun maka
jatahnya tinggal 2 tahun, pacara 5 tahun jatahnya habis sehingga tak lama
kemudian pasutri ini banyak berantemnya. Suasana Romatic Love ini akan berubah
ketika istri sudah hamil.
2. DISSAPOINTMENT OR DISTRESS :
"KOK TERNYATA BEGITU"
Fase
dimana pasangan suami istri sering bertengkar, saling kecewa, penuh dengan
konflik saling kecewa dan tidak mampu menyelesaikan masalah. Seiring waktu dan kenyataan-kenyaan hidup yang harus
terus dihadapi, perlahan-lahan suasana Romantic Love berangsur-angsur
menghilang. Biasanya mulai tahun ketiga sudah berangsur-angsur menghilang
hingga 5 tahun usia pernikahan sempurna hilangnya fase Romantic Love. Kalau
sebelumnya apa-apa selalu berdua maka pada tahun ketiga mereka mulai makan pada
jam yang berbeda, tidur pada jam yang berbeda KECUALI bagi yang bisa
mempertahankan. Selapis demi selapis kepribadian pasangan mulai terungkap.
Kalau pada masa Romantic Love kekurangan pasangan
sebagai sesuatu hal yang sangat bisa ditoleransi, tapi mulai memasuki fase
kedua ini mulai terkuaklah aslinya masing-masing (ketok asline). Mulailah
muncul rasa kecewa, bahkan sampai ada yang merasa tertipu oleh pasangannya,
bahkan sampai ada yang merasa telah digendam oleh calon suami/istrinya. Padahal
sebenarnya saat sebelumnya karena cinta yang menggebu bisa sampai menutup mata
hatinya, yang kurang baik namapak baik, ibarat kata “gula jawa rasa coklat”.
Saat-saat fase Dissapointment/Distress ini masing-masing pihak harus
menyediakan diri untuk memiliki kesabaran yang luar biasa, menahan ego, amarah,
bersedia minta maaf dan memaafkan pasangan.
Bila segala kekecewaan, ketidakpuasan, amarah bisa
diredakan maka tidak akan berlama-lama di fase kedua ini.
Berapa lama di fase kedua? Tergantung kedewasaan kita.
Kalau pasutri bersikap childish, masing-masing mempertahankan egonya maka bisa
jadi mereka akan berlama-lama di fase kedua ini. Tapi yang harus diingat, fase
kedua ini merupakan fase yang harus segera dilewati secepat mungkin.
Bagaimana caranya?
Hadirkan suasana fase ketiga berikut
3. KNOWLEDGE AND AWARENESS
Ini merupakan fase pembelajaran. Begitu ada perasaan
kecewa, tidak nyaman, mulai terjadi konflik maka masing-masing harus segera
belajar, terutama belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya. Ini merupakan
tahap pengenalan yang lebih baik terhadap pasangan kita. Istilahnya NITENI.
Bagi pasangan yang dulunya tidak pacaran maka fase ini merupakan masa ta’aruf
kedua. Saat ini kita belajar mengenali kondisi pasangan dengan lebih detail,
membuka diri untuk belajar, melakukan perenungan-perenungan tentang bagaimana
menjadi suami/istri yang baik. Bisa dengan membaca buku, diskusi, ikut seminar,
banyak bertanya kepada orang yang berilmu atau kepada mereka yang lebih
berpengalaman, dll.
Setelah itu akan mendapatkan insight tentang bagaimana
seharusnya peran masing-masing. Bila fase ketiga dapat dilalui dengan baik maka
masuk fase keempat.
4. TRANSFORMATION
Pada tahap ini pasutri mentransformasikan
pengenalan-pengenalan di fase ketiga menuju pada penerimaan. Bisa menerima
kondisi pasangan. Perceraian banyak terjadi pada fase kedua. Ini diperkuat dari
data Kemenag RI yang menyatakan bahwa perceraian di Indonesia terbanyak pada
usia pernikahan di bawah 5 tahun. Itu artinya ketika fase Romantic Love habis,
masuk ke fase Dissapointment/Distress pasangan suami istri tidak bisa mengelola
konflik dengan baik lalu memilih jalan perceraian. Mereka tidak sabar dalam
berproses.
Ketika pasangan mampu secara bersama-sama menghadapi
konflik, saling belajar dan menerima pasangan apa adanya, genten sing ngalah
(bergantian yang mengalah) maka mereka akan sampai pada fase kelima yaitu Real
Love “Aku mencintamu siapapun dirimu”.
5. REAL LOVE : I LOVE YOU WHO YOU ARE
Pernikahan itu dari fase cinta yang menggebu-gebu
(Romantic Love) menuju cita yang dewasa, cinta yang mendalam (Real Love). Dari
cinta menuju cinta, dari cinta yang romantis menuju cinta yang sesungguhnya. Ini
adalah tahap KESEJIWAAN antara suami dan istri.
Mengapa dalam sebuah keluarga yang bagus komunikasinya
masih sering terjadi masalah? Ya karena belum ada kondisi kesejiwaan ini. Bila
telah memiliki kesejiwaan maka tanpa komunikasi/ngobrol pun sudah saling
mengerti isi hati pasangan. Mengerti hanya dengan melihat bahasa tubuhnya,
sorot matanya, senyumannya.
Komunikasi penting tapi bukan segalanya. The most
important thing dalam hubungan suami istri adalah ketercapaian suasana
kesejiwaan ini.
Real Love ini tidak usah menunggu saat usia kita tua.
Usia muda pun bisa mencapainya. Bawalah Real Love ini sampai menua hingga sang
Maha Memiliki Hidup memanggil kita. Tetaplah berada dalam suasana saling
menicntai istri/suami kita. Capailah suasana persahabatan antara suami-istri,
sehingga betah berlama-lama mendengar cerita (yang sama dan berulang-ulang).
Secepat mungkin mari kita capai fase ke – 5 ini.
MUMPUNG MASIH MUDA....:)
Itulah ringkasan ilmu yang saya dapat dari Pak Cahyadi
Takariawan atau biasa akrab disapa Pak Cah, seorang konselor dan trainer di
Jogja Family Center. Beliau juga penulis buku “Wonderful Family”.
Pada hari Sabtu 7 April 2018 beliu berkenan sharing
ilmunya bersama para orangtua/walimurid KBIT-TKIT Al Ummah Gresik dalam acara
Workshop Keluarga Samara dengan tema “Merawat Keberkahan Cinta Dalam Keluarga.
Acara ini diselenggarakan oleh Komite Sekolah Al Ummah.
Beliau hadir bersama istri tercinta, Ibu Ida Nur
Laila, seorang inspirator keluarga dan pendidikan anak. Ilmu dari beliau, insya
Allah akan tayang di postingan berikutnya.
Stay tune yaa....
Ini bagus banget materinya. Saya baru tau yang romantic love itu kalo dipake pacaran, waktu pacarannya mengurangi romantic love setelah pernikahan. Jazakillah khayr mba atas sharenya
BalasHapusPenjelasan dari Pak Cah begitu mbak, tapi kalo di logika bener juga yaa... makanya dalam Islam pacaran juga dilarang karena mendekati zina. Wallahu alam bishowab
HapusAlhamdulillah.. Terima kasih.. Jadi nambah ilmu nih saya.. Ngalami tapi nggak tau fasenya.. Hahaha.. Benar benar.. Awam..
BalasHapusSama-sama Mas Eko, saya juga baru ngeh bahwa kami juga sudah melewatinya hihihi
HapusSaya tahun ini sudah 16 tahun menikah Mbak..Dan sepertinya berada diantara tahap ketiga atau empat yaaa..hahaha
BalasHapusTerima kasih sharingnya, ditunggu postingan lanjutannya:)
Alhamdulillah, semoga semakin samawa ya mbak
HapusSaya pernah datang ke salah satu seminar tentang pernikahan. Katanya, pernikahan itu ibarat lari marathon. Jangan terburu-buru kayak lagi lari sprint. KAlau terburu-buru malah nanti di tengah jalan udah capek duluan
BalasHapusBener juga itu Chie, pernikahan bukan hal yang harus dikejar sedemikian rupa, tapi sesuatu yang harus dinikmati penuh dengan rasa syukur
HapusDari ulasan yang mbak sampaikan, bener banget nih. Secara saya sudah mengalami dan melewatinya di tiap tahapan sehingga berada di tahun ke enam pernikahan.:)
BalasHapusAlhamdulillah, semoga semakin mendapat keberkahan pernikahan dari Allah SWT.
Hapussaya sudah 7 tahun menikah, setiap hari yang saya lalui adalah tahap pembelajar, belajar mulu tiap hari biar nggak mengulang kesalahan yang sama hihihi
BalasHapusTiada hari tanpa belajar ya mbak, karena memang dari sanalah kita banyak tahu berbagai hal
HapusCinta-ilfil-terus cinta banget. Noted :D
BalasHapusgelombang cinta begitu dasyatnya...ihiiirrr
HapusAku dan suami sdh menikah lebih dr 16 tahun dan semakin kesini Alhamdulillah semakin paham apa keinginan masing2 jd terkadang ngga perlu ngomong pun tp sdh tanggap apa mksdnya. Yg pasti pernikahan itu hrs ada komitmen diantara keduanya.
BalasHapusWah, alhamdulillah sudah masuk tahap kesejiwaan ini mbak
HapusDitunggu tulisan selanjutnya.
BalasHapusBaca tulisannya Ust Cahyadi itu asyik ya mbak, ngalir, nggak bikin kening berkerut.
Kalau masalah, lebih banyak perempuan yang menggugat perceraian, kata teman saya, karena lebih mudah prosesnya kalau yang menggugat perempuan mbak.
Oh gitu ya mbak... lebih ke proses yang lebih cepat yaa...lain kalo PNS ya mungkin agak panjang dan berbelit
Hapuswah keren banget nih informasinya buat yang baru menikah 2 tahun kayak aku. selama ini aku kayaknya masih dalam fase kok dia begini dan harus banyak bersabar. heu
BalasHapusSemoga bisa saling menerima kekurangan masing-masing ya mbak, dan terus belajar...semoga semakin SAMAWA
HapusWah ilmunya dalem bangettt Mba. Makasih ya. Pernikahan saya baru 3,5 tahun ama suami. Semoga barokah smp syurgaNya nanti ��
BalasHapusAmiin...turut mendoakan Bunda... Semoga Allah SWT memberikan keluarga yang penuh barakah
HapusCakep ilmunya. Kudu diulang2 nih bacanya.
BalasHapusBiasanya artikel2 begini yg baca sepihak aja, yaitu istri. Jadilah si istri pengen gitu mesra2 ama suami, tapi suaminya udah geli sendiri hahahaha (bukan pengalaman pribadi)
Saya dan suami juga pernah ikut seminarnya Ust Cahyadi dan istri. Subhanallah mereka itu ya, bisa jadi support system bagi masing2.
Iya juga ya Mbak, kebanyakan suami enggan bahas-bahas beginian, makanya saya juga salut kepada para suami yang concern pada hal-hal begini
HapusItu lah fase-fase yang harus di hadapai nanti dipernikahan.. Semoga secepatnya mengalami fase-fase tersebut, hehe
BalasHapusTurut mendoakan semoga Allah SWT mengijabah doa Mas Idris untuk segera menyempurnakan separuh agama. :)
Hapus