Dari data Kemenag RI tahun 2013 diperoleh data bahwa angka
perceraian di Indonesia sangat mencengangkan sekaligus memilukan, yaitu
terjadinya 350.000 kasus perceraian. Itu artinya dalam satu hari rata-rata
terjadi hampir 1000 kasus perceraian, atau dalam satu jam hakim mengetok palu
untuk 40 kasus perceraian.
Dengan angka yang fantastis itu memposisikan
Indonesia pada ranking pertama se Asia Pasifik dalam hal tingginya perceraian.
Ironis memang, di negara dengan mayoritas muslim terbesar justru tinggi pula angka
perceraian.
Adapun alasan terbesar terjadinya perceraian di Indonesia
karena adanya hambatan/masalah komunikasi antar pasangan. Begitu dasyatnya efek
dari komunikasi yang tidak terbangun dengan baik.
Dalam pengasuhan dan pendidikan anak, komunikasi juga merupakan kunci yang dapat menciptakan hubungan yang kuat antara anak dan orangtua.
Dalam acara Kajian Parenting yang diselenggarakan oleh
Komite Sekolah Islam Terpadu al Ummah pada tanggal 21 September 2016 bertempat
di Masjid Islamic Center (MIC) Kompleks Al Ummah dan Al Ibrah, juga dipaparkan
tentang “MEMBANGUN KOMUNIKASI EFEKTIF
DENGAN ANAK”.
Acara yang dihadiri oleh para walimurid Sekolah Al Ummah dan
Al Ibrah ini berlangsung dengan gayeng. Pemateri dari Surabaya yaitu Ustadzah
Euis Kurniawati.
Dalam kesempatan ini, pemateri menyampaikan cara atau tips
membangun komunikasi efektif dengan anak dalam 3 hal yang akan saya uraikan
disini.
I. KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM MENYAMPAIKAN VALUE (NILAI KEBAIKAN, NILAI KEBENARAN)
Cara efektif untuk memasukkan value kepada anak bisa
dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
A. Dengan menyentuh bagian otak LOBUS INSULA
(bagian otak yang terletak di dalam sulcus lateralis yang berhubungan dengan
emosi. Caranya yaitu dengan teknik bercerita untuk anak usia dini. Pada umumnya
anak balita senang sekali bila mendengarkan cerita. Pada saat bercerita inilah
merupakan waktu yang efektif untuk menyampaikan value pada anak. Maka dari itu
penting banget membacakan cerita pada anak sebelum tidur.
B. Dengan mengaktifkan bagian otak GANGLIA BASALIS
(bagian otak yang bekerja karena faktor kerutinan dan kebiasaan yang pada
akhirnya akan bekerja secara otomatis. Sebagai contoh, agar anak rajin sholat
tanpa harus disuruh-suruh, maka kita sebagai orangtua harus membiasakan secara
rutin, tegas dan disiplin agar anak melakukan sholat. Bisa jadi perlu waktu
kurang lebih 3 bulan kita harus selalu mengingatkan. Lakukan ini berulang-ulang
dan rutin. Tentunya tetap diimbangi dengan memberikan pemahaman tentang
pentingnya sholat, alasan mengapa harus sholat dan akibat jika sebagai seorang
muslim meninggalkan sholat. Tentunya dengan bahasa yang mudah dipahami oleh
anak. Dan yang takkalah pentingnya adalah membangun kecintaan terhadap
aktivitas sholat lebih dahulu (bahwa sholat itu menyenangkan), baru kemudian menuruh
anak melakukan sholat.
C. Memperhatikan Golden Age
Pendapat “lama” mengatakan bahwa Golden Age
berada pada usia 5 tahun pertama. Namun ada pendapat terbaru bahwa Golden Age
berada pada rentang usia anak-anak sampai remaja. Yang membedakan adalah pada
titik fokus golden age-nya, sebagai berikut:
0 -
7 tahun = fokus golden age pada
fitrah keimanan
7 -
10 tahun = fokus golden age pada fitrah belajar
10 - 14 tahun= fokus golden age pada fitrah
bakat
Dicontohkan ada kasus orangtua dengan 3
anak. Anak pertama hafal lebih dari 20 juz, anak ke-2 dan ke-3 telah hafal 30
juz. Tapi orangtua anak-anak tersebut masih merasa gagal menjadi orangtua
karena untuk urusan sholat ke-3 nya masih disuruh-suruh. Orangtuanya menyadari
bahwa dia telah gagal dalam pendidikan anaknya pada 7 tahun pertamanya artinya
gagal dalam membangun fitrah keimanannya.
D. Menjelaskan dengan alasan yang logis.
Bila diminta memilih, pilih anak penurut
atau anak taat?
Anak penurut adalah anak yang melakukan
perintah karena rasa takut. Misalnya kita bilang ke anak, “Dik nonton TV-nya
stop dulu, sudah saatnya belajar”.
Si anak penurut akan menuruti saja perintah
orangtua saat itu, tapi ketika orangtua tidak ada di dekatnya, dia nyalakan
lagi TV itu.
Lain dengan anak yang taat, dia akan tetap
melakukan perintah dari orangtua meski orangtua tidak ada/tidak melihatnya,
artinya anak bisa berkomitmen dengan aturan yang sudah dibuat.
Nah, agar anak taat, kita sebagai orangtua
harus bisa memberikan penjelasan yang masuk akal mengapa sesuatu itu boleh atau
tidak boleh.
E. Memasukkan value dengan kalimat tanya.
Misalnya anak kita sedang makan dengan
tangan kiri. Mengetahui hal ini hendaknya kita jangan langsung berkata, “Adik,
makannya pakai tangan kanan dong...”
Tapi gunakan dengan kalimat tanya, “Adik,
makannya pakai tangan kanan atau tangan kiri?”
Ada 2 cara yang bisa
diterapkan, yait:
A. Menggunakan 7 kunci kata tanya
Biasakan mengajak anak berkomunikasi dengan 7 kunci kata tanya yaitu
HOW, WHERE, WHAT, WHEN, WHO, WHY dan
WICH ONE. Tujuannya adalah untuk mendongkrak rasa ingin tahunya tentang
sesuatu. Ayah dan Bunda bisa saling bekerjasama menciptakan (mendesign) obrolan
dengan menggunakan 7 kata kunci tersebut.
Untuk anak-anak usia 3-4 tahun jawaban yang diberikan oleh anak tidaklah
terlalu penting tepat tidaknya karena yang terpenting adalah kita sebagai
orangtua membentuk pola rasa ingin tahu pada otak anak.
B. Membentuk Pola Mencari Jawaban
Ketika anak bertanya tentang sesutau, janganlah sering-sering kita
langsung memberikan jawabannya, tapi ajaklah anak mencari jawaban atas
pertanyaan-pertanyaannya sendiri dengan dibantu oleh orangtua. Misalnya
ketikaanak bertanya, “Bunda mengapa sih pesawat bisa terbang?” Mendengar
pertanyaan seperti itu sebaiknya janganlah langsung memberikan jawabannya. Tapi
katakan seolah-olah tidak tahu, “Oh mengapa yaa...ayo kita cari tahu jawabannya
bersama Bunda.” Lalu ajaklah anak mencari jawabannya di internet atau di buku. Intinya, bukan kita memberi informasi, tapi kita tumbuhkan
keingintahuannya untuk mencari informasi.
C. Komunikasi yang Efektif dalam rangka Membangun
Bonding
Ada beberapa tips yang bisa dilakukan, yaitu:
- Berbicaralah pada anak dengan posisi yang sejajar/sama tinggi dengan anak
- Yakinkan ada kontak mata
- Bila minta tolong untuk melakukan sesuatu, yakinkan dulu bahwa anak memperhatikan kita (misalnya anak menoleh ke arah kita setelah dipanggil namanya)baru kemudian lanjutkan memberi perintah.
- Libatkan indera peraba/sentuhan. Menurut penelitian, sentuhan bisa memunculkan rasa bahagia dan nyaman karena dengan sentuhan otak akan memerintahkan untuk memproduksi hormon endorfin
- Yakinkan bahwa kita sebagai orangtua hadir seutuhnya, tidak hanya hadir secara fisik saja. Biasanya kita asyik dengan gadget, maka matikan HP!!
- Memberikan pengakuan pada anak dengan rewards bisa berupa hadiah benda maupun pujian.
Inti dari semuanya adalah, sebagai orangtua harus memiliki stok sabar yang tak terbatas.
Misalnya ketika kita marah karena perilaku negatif anak,
jangan buru-buru melampiaskan kemarahan itu, kelola emosi negatif dengan baik.
Kalau dalam ajaran Islam, ketika seseorang marah dalam posisi berdiri,
dianjurkan untuk duduk. Pertanyaannya adalah posisi duduk yang seperti apa?
Ternyata anjuran untuk duduk ketika marah adalah duduk dengan posisi kaki
menggantung. Mengapa? Karena saat seseorang marah hormon-hormon kortisol dengan
cepat diproduksi, dan ternyata posisi duduk dengan kaki menggantung bisa
mengembalikan hormon-hormon kortisol yang sudah keluar tersebut kembali ke
“tempatnya”.
Alhamdulillah, hari ini dapat tambahan ilmu. Semoga bisa menerapkan dengan baik demi kebaikan generasi yang akan datang.
Terimakasih sharing ilmunya mba ^^
BalasHapusSama-sama mbak
HapusWah ilmu yang bermanfaat ini. Penting banget. Thanks.
BalasHapusWah, ilmunya bertambah banyak ya, Mbak. Tapi kalau saya, seringnya lupa sama ilmunya *tutup muka* misal merespon pertanyaan anak dgn pertanyaan pul. Nah, seringnya ya jawab aja langsung :D
BalasHapus